TITIAN SALAF

"Syiarkan Sunnah, Kikis Bid'ah". Mencukupkan Diri Dengan Al Qur'an dan Sunnah Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam Dengan Mengikuti Pemahaman Generasi Terbaik Para Sahabat Radhiyallahu’anhum

Breaking

Minggu, 07 April 2019

Hukum Menggabungkan Shalat Jum'at dan Shalat Ashar

Soal

Saya dalam perjalanan dan di jalan saya berhenti di sebuah kampung dan shalat Jum’at dengan mereka (penduduk kampung – pent). Setelah shalat saya berdiri dan shalat ‘Asr, yaitu menggabung (jama’ – pent) shalat Jum’at dan shalat ‘Asr. Ada seorang teman bersama saya dan dia tidak setuju dengan hal itu, dan dia mengatakan bahwa tidak dibenarkan menjama’ shalat ‘Asr dengan shalat Jum’at. Bagaimana hukum tentang hal tersebut?

Jawab

Alhamdulillah.
Apa yang dikatakan teman anda adalah benar; shalat Jum’at tidak boleh dijama’ dengan shalat ‘Asr. Tetapi yang disebutkan dalam syariah bahwa shalat Zuhur boleh digabung dengan shalat ‘Asr, dan shalat Magrib dengan shalat Isya.

Berdasarkan hal ini, maka anda harus mengulang shalat ‘Asr yang anda gabung dengan shalat Jum’at tersebut, karena anda melakukan shalat sebelum waktunya, dan tidak sah shalat yang dilakukan sebelum waktunya.

Shaikh Ibn ‘Utsaymin (Rahimahullah) menjelaskan hukum tentang hal ini sebagai berikut:
Tidak diperbolehkan menggabungkan shalat 'Asr dengan shalat Jum'at dalam kasus di mana diperbolehkan untuk menggabungkan shalat Zuhur dan shalat 'Asr. Jika seorang musafir melewati sebuah kota dan shalat Jum'at bersama mereka, maka tidak diperbolehkan baginya untuk menggabungkan shalat 'Asr dengannya (shalat Jum’at).
Jika hujan turun maka diperbolehkan untuk menggabungkan shalat Zuhur dan shalat 'Asr karena hujan, namun tetap tidak diperbolehkan menggabungkan shalat 'Asr dengan shalat Jum'at. Jika orang sakit yang dibolehkan untuk menggabungkan shalat, ikut mengerjakan shalat Jum'at, maka tidak diperbolehkan baginya untuk menggabungkan shalat 'Asr dengan shalat Jum'at.

Sebagai buktinya yaitu ayat di mana Allah berfirman (yang artinya):
 “Sesungguhnya shalat itu adalah fardhu yang ditentukan waktunya atas orang-orang beriman"
[al-Nisa’ 4:103]

Yaitu, shalat harus dilaksanakan pada waktu-waktu tertentu. Allah telah menjelaskan waktu-waktu (shalat) ini secara umum dalam ayat di mana Dia mengatakan (yang artinya):
"Dirikanlah shalat dari tengah hari sampai kegelapan malam (yaitu shalat Zuhur, 'Asr, Maghrib, dan' Isha '), dan bacakan Al-Qur'an pada subuh (yaitu – shalat Subuh). Sesungguhnya, membaca Al Qur'an pada dini hari (yaitu pagi hari - shalat fajar) disaksikan (dihadiri oleh malaikat yang bertanggung jawab atas umat manusia pada siang dan malam hari)
[al-Isra’ 17:78]

Waktu yang disebut dalam ayat ini - dari tengah hari sampai tengah malam (kegelapan malam) mencakup empat shalat: Zuhur, 'Asr, Maghrib dan' Isha '. Ini disebutkan bersama karena tidak ada gangguan antara waktu-waktu itu; begitu waktu untuk salah satu dari shalat itu berakhir, maka waktu untuk yang berikutnya dimulai. Shalat Fajar/Subuh disebutkan secara terpisah karena waktunya tidak terhubung baik dengan waktu 'Isha' atau waktu Zuhur.

Sunnah (hadits) telah menjelaskan waktu untuk shalat-shalat ini secara rinci, di dalam hadits dari 'Abdullah ibn 'Amr ibn al-'Aas, Jabir dan lainnya. Dijelaskan bahwa waktu untuk Zuhur dimulai dari saat matahari melewati puncaknya (tergelincir – pent) sampai bayangan benda sama panjangnya; Waktu untuk 'Asr dimulai dari saat bayangan benda sama panjangnya sampai matahari terbenam, tapi begitu matahari mulai menjadi kuning, inilah waktu yang sangat dekat (dekat dengan habisnya waktu shalat ‘Asr – pent); waktu untuk Maghrib berlangsung dari saat matahari terbenam sampai titik merah matahari menghilang; Waktu untuk 'Isha' dimulai dari saat merah senja telah hilang sampai di tengah malam; dan waktu untuk Fajar adalah ketika terbit fajar sampai matahari terbit. Inilah waktu-waktu yang telah Allah atur untuk sholat di dalam Kitab Allah dan Sunnah Rasul-Nya Shallallahu ‘Alaihi Wasallam.

Siapa yang melaksanakan shalat sebelum waktu yang ditentukan dalam Kitab Allah atau Sunnah Rasul-Nya berdosa dan shalatnya ditolak, karena Allah berfirman (yang artinya):
“Barangsiapa yang melanggar hukum-hukum Allah mereka itulah orang-orang zalim”
[al-Baqarah 2:229]

Dan Nabi (Shallallahu ‘Alaihi Wasallam) bersabda: "Barangsiapa melakukan sutau amalan yang bukan berasal dari kami (yaitu, Islam), maka amalannya tertolak." Hal yang sama berlaku untuk seseorang yang melaksanakan shalat setelah waktunya tanpa alasan syar'i yang sah.

Siapa yang shalat Zuhur sebelum matahari melewati puncaknya (tergelincir), maka shalatnya tidak sah dan ditolak, dan dia harus mengganti/mengulangnya. Siapa yang shalat 'Asr sebelum bayangan sebuah benda sama panjangnya benda aslinya, maka shalatnya tidak sah dan ditolak dan dia harus mengganti/mengulangnya, kecuali jika dia memiliki alasan syar'i yang sah yang memungkinkan dia menggabungkan Zuhur dan' Asr pada waktu Zuhur.

Siapa yang shalat Maghrib sebelum matahari terbenam, maka shalatnya tidak sah dan ditolak, dan dia harus mengganti/mengulangnya.

Siapa yang shalat 'Isya sebelum hujan merah senja telah hilang, maka shalatnya tidak sah dan ditolak, dan dia harus mengganti/mengulangnya, kecuali jika dia memiliki alasan syar'i yang sah yang memungkinkan dia menggabungkan keduanya pada saat Maghrib

Siapa yang shalat Fajar (Subuh) sebelum terbit fajar, maka shalatnya ditolak dan dia harus menebusnya. Inilah yang diterangkan oleh Kitab Allah dan Sunnah Rasul-Nya (Shallallahu ‘Alaihi Wasallam).

Berdasarkan hal ini, siapa yang menggabungkan shalat 'Asr dengan shalat Jum'ah maka telah mengerjakan sholat sebelum waktunya dimulai, yaitu saat bayangan benda sama dengan panjang benda aslinya , sehingga batal dan ditolak.

Jika seseorang berkata: bisakah kita tidak menarik sebuah analogi/mengkiaskan antara menggabungkan shalat 'Asr dan shalat Jum'at dengan menggabungkan shalat 'Asr dan shalat Zuhur?

Jawabannya adalah: analogi ini tidak benar karena beberapa alasan:
1. Ini adalah analogi yang berhubungan dengan ibadah. (Imam Syafii Rahimahullah mengatakan “Tidak ada kias dalam ibadah” – tambahan dari penerjemah)
2. Shalat Jum’at adalah shalat terpisah dan mempunyai hukum-hukumnya sendiri; perbedaannya dengan shalat Zuhur mencakup lebih dari dua puluh hukum. Dalam kasus seperti ini kedua shalat tersebut tidak dapat dibandingkan.
3. Analogi ini berlawanan dengan makna Sunnah, karena di dalam Sahih Muslim ini diriwayatkan dari 'Abdullah ibn 'Abbas (semoga Allah merahmatinya) bahwa Nabi (Shallallahu ‘Alaihi Wasallam) menggabungkan/menjama’ shalat Zuhur dan 'Asr, dan Maghrib dan' Isha 'di Madinah bukan karena  ketakutan dan bukan karena hujan. Beliau ditanya tentang itu dan beliau mengatakan bahwa beliau tidak ingin menyulitkan ummatnya. (HR. Muslim: 705 – pent)
Pernah ada hujan deras yang menyebabkan kesusahan pada zaman Nabi (Shallallahu ‘Alaihi Wasallam), namun beliau tidak menggabungkan shalat 'Asr dengan shalat Jumu'at waktu itu. Diriwayatkan di Sahih al-Bukhari dan lainnya dari Anas ibn Malik bahwa Nabi (Shallallahu ‘Alaihi Wasallam) berkutbah pada suatu hari ketika beliau berada di mimbar, dan beliau tidak turun dari mimbar sampai hujan turun sehingga membasahi janggutnya. Hal seperti itu tidak bisa terjadi kecuali dalam kasus hujan deras yang memungkinkan beliau menggabungkan shalat, jika diperbolehkan menggabungkan shalat 'Asr dengan shalat Jum'at. Dia (Anas) berkata: Jumat berikutnya, seorang pria masuk dan berkata: "Wahai Rasulullah, harta benda kami telah tenggelam dan bangunan kita telah hancur; berdoa kepada Allah untuk menahannya dari kami. "Ini menyiratkan bahwa air mengalir di jalanan, sedemikian rupa sehingga memungkinkan mereka menggabungkan shalat 'Asr dengan Jum'at, jika menjama’ ini diperbolehkan. (HR. Bukhari: 1033 – pent)

Jika seseorang bertanya: apa bukti bahwa tidak diperbolehkan menggabungkan shalat 'Asr dengan shalat Jum'at?
Jawabannya adalah bahwa pertanyaan ini tidak tepat, karena asas dasar hal yang berhubungan dengan ibadah adalah bahwa hal itu (ibadah) tidak boleh dilakukan kecuali ada bukti bahwa hal tersebut harus dilakukan. Jadi kita seharusnya tidak mempertanyakan mengenai bukti-bukti apabila orang tidak melakukan ibadah tertentu, melainkan orang yang melakukan ibadah tertentu yang harus dimintai bukti, karena Allah mencela orang-orang yang menyembah Allah dengan cara yang tidak ditetapkan dalam syariah (yang artinya):
“Apakah mereka mempunyai sembahan-sembahan selain Allah yang mensyariatkan untuk mereka agama yang tidak diizinkan Allah?
[al-Shoora 42:21]

 “Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu?
[al-Maa’idah 5:3]

Dan Nabi (Shallallahu ‘Alaihi Wasallam) bersabda: "Barangsiapa melakukan suatu amalan yang bukan berasal dari kami (yaitu, Islam), maka amalannya tertolak.
Berdasarkan ini:

Jika seseorang mengatakan: apa bukti bahwa tidak diperbolehkan menggabungkan shalat 'Asr dengan shalat Jum'at?
Kita katakan: Apa bukti yang membolehkannya? Prinsip dasarnya adalah wajib mengerjakan shalat 'Asr tepat waktu; prinsip ini dapat dikecualikan bila digabungkan dengan shalat lain ketika ada alasan untuk melakukannya, tapi  pada waktu-waktu yang lain (selain alasan syar’i yang membolehkan- pent) maka prinsip itu  masih berlaku, yaitu seharusnya tidak dikerjakan sebelum waktunya.

 Jika dikatakan: Bagaimana menurut Anda jika seseorang bermaksud melakukan sholat Jum’at sebagai shalat Zuhur sehingga dia bisa menggabungkannya dengan shalat 'Asr?

Jawabannya adalah jika seseorang yang memimpin sholat Jum'at dan orang-orang di belakangnya melakukan ini, yaitu jika orang-orang di tempat itu berniat shalat jum'at sebagai Zuhur, maka tidak ada keraguan bahwa ini adalah haram dan doa tidak sah, karena Jum'at adalah wajib bagi mereka, dan jika mereka mengabaikannya dan mengerjakan shalat Zuhur sebagai gantinya, maka mereka telah berpaling dari sesuatu yang diperintahkan kepada mereka terhadap sesuatu yang tidak diperintahkan untuk dilakukan. Jadi tindakan mereka tidak benar dan ditolak, karena Nabi (saw) bersabda: "Barangsiapa melakukan suatu amalan  yang bukan berasal dari kami (yaitu, Islam), maka amalannya tertolak.

Tetapi jika orang yang meniatkan shalat Jum’at sebagai shalat Zuhur misalnya seseorang yang dalam perjalanan yang shalat bersama-sama orang-orang yang sedang shalat Jum'at tapi bermaksud menjadikannya sebagai shalat Zuhur sehingga dia bisa menggabungkannya dengan shalat 'Asr, maka ini juga tidak sah, karena ketika dia hadir dalam shalat Jum'at, maka menjadi wajib baginya, dan siapa pun yang berkewajiban untuk shalat Jum'at,  tapi shalat Zuhur sebelum imam mengucapkan salam di akhir shalat Jum'at, maka shalat Zuhurnya tidak sah. Bahkan jika tindakan ini benar, dia masih kehilangan banyak kebaikan/keutamaan, yang merupakan kelebihan/pahala untuk shalat Jum’at.

Penulis al-Muntaha dan al-Iqnaa '(yang merupakan ulama Hanbali) telah menyatakan bahwa tidak sah menggabungkan shalat' Asr dengan shalat Jum'at; Ini disebutkan di awal bab shalat Jum'at.
Saya berbicara tentang masalah ini secara panjang lebar karena kebutuhan akan hal itu. Saya memohon kepada Allah untuk membantu kita melakukan hal yang benar, karena Dia adalah Yang Maha Pemurah.

Majmoo’ Fataawa Ibn ‘Uthaymeen, 15/371-375.
Wallahu Ta’ala A’lam.
Diterjemahkan dari sumber: https://islamqa.info/en/26198
(8 Safar 1439. ADM)



Tidak ada komentar:

Posting Komentar