TITIAN SALAF

"Syiarkan Sunnah, Kikis Bid'ah". Mencukupkan Diri Dengan Al Qur'an dan Sunnah Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam Dengan Mengikuti Pemahaman Generasi Terbaik Para Sahabat Radhiyallahu’anhum

Breaking

Sabtu, 11 Juli 2020

Tanda-tanda Lemah Iman (1)



Ahlussunnah Waljamaah meyakini iman dapat berkurang dan bertambah. Iman bertambah dengan melakukan ketaatan dan berkurang apabila melakukan maksiat. Seorang muslim mesti peka dengan tanda-tanda yang tampak sehingga dapat mengenali kondisi keimanannya. Lemahnya iman merupakan musibah bagi seorang muslim.

Maka sesungguhnya penyakit lemah iman memiliki gejala dan tanda-tanda, di antaranya:

1. Terjerumus dalam kemaksiatan dan melakukan perbuatan haram. 

Sebagian orang intens melakukan maksiat. Sebagian lagi hanya melakukan maksiat-maksiat tertentu saja. Keseringan melakukan maksiat akan merubahnya menjadi gaya hidup, sehingga hilang pandangan buruk maksiat dari hatinya secara bertahap, yang pada akhirnya sanggup menampakkan kemaksiatan itu, sebagaimana yang terdapat dalam hadits: 

كُلُّ أُمَّتِي مُعَافًى إِلَّا الْمُجَاهِرِينَ وَإِنَّ مِنْ الْمُجَاهَرَةِ أَنْ يَعْمَلَ الرَّجُلُ بِاللَّيْلِ عَمَلًا ثُمَّ يُصْبِحَ وَقَدْ سَتَرَهُ اللَّهُ عَلَيْهِ فَيَقُولَ يَا فُلَانُ عَمِلْتُ الْبَارِحَةَ كَذَا وَكَذَا وَقَدْ بَاتَ يَسْتُرُهُ رَبُّهُ وَيُصْبِحُ يَكْشِفُ سِتْرَ اللَّهِ عَنْهُ

"Setiap umatku dimaafkan (dosanya) kecuali orang-orang menampak-nampakkannya dan sesungguhnya diantara menampak-nampakkan (dosa) adalah seorang hamba yang melakukan amalan di waktu malam sementara Allah telah menutupinya kemudian di waktu pagi dia berkata, 'Wahai fulan semalam aku telah melakukan ini dan itu, ' padahal pada malam harinya (dosanya) telah ditutupi oleh Rabb-nya. Ia pun bermalam dalam keadaan (dosanya) telah ditutupi oleh Rabb-nya dan di pagi harinya ia menyingkap apa yang telah ditutupi oleh Allah'." [HR. al-Bukhari. Fatul bâri 10/486.]

2. Merasakan kalbu yang kaku dan keras. 

Sampai-sampai merasakan hatinya telah berubah menjadi batu keras yang tak dapat menyerap dan tidak terpengaruh oleh apapun. Allah -azzawajalla- berfirman: 

{ثُمَّ قَسَتْ قُلُوبُكُم مِّن بَعْدِ ذَٰلِكَ فَهِيَ كَالْحِجَارَةِ أَوْ أَشَدُّ قَسْوَة..ً} (البقرة:٧٤)

"Kemudian setelah itu hatimu menjadi keras seperti batu, bahkan lebih keras lagi." (QS.al-Baqarah:74) 

Pemilik hati yang kaku tidak terpengaruh oleh nasihat-nasihat kematian ataupun melihat orang mati dan jenazahnya. Bahkan meskipun dia termasuk yang mengusung jenazah dan menguruk kubur dengan tanah. Langkahnya di antara perkuburan seolah hanya di antara bebatuan. 

3. Tidak dapat sempurna dalam melakukan beribadah. 

Pikirannya selalu melayang-layang saat melaksanakan shalat, membaca al-Quran, membaca doa maupun ibadah lainnya. Tidak dapat mentadaburi dan merenungi makna-makna zikir. Membacanya sambil lalu dan dengan cara yang menjemukan jika telah dihafalnya. Sekalipun telah membiasakan diri berdoa dengan doa-doa tertentu pada waktu yang telah ditentukan oleh sunah, tetap saja dia tidak dapat khusyuk memahami makna-makna doa tersebut. Allah -subhanahu wata'âla- berfirman (dalam hadits qudsi): 

لا يقبل دعاء من قلب غافل 

"...tidak diterima doa dari hati/kalbu yang lalai lagi lengah." [HR. at-Turmudzi no.3479. Dalam Silsilah as-Sohihah no.594.]

4. Malas melakukan ketaatan dan ibadah dan cenderung melalaikan. 

Jika pun melaksanakan, hanyalah sekadar aktivitas kosong tanpa ruh. Allah -azzawajalla- mendeskripsikan orang-orang munafik dengan firmanNya: 

{وَإِذَا قَامُوا إِلَى الصَّلَاةِ قَامُوا كُسَالَى} (النساء: ١٤٢ٰ)

"...dan apabila mereka berdiri untuk shalat mereka berdiri dengan malas..." (QS.an-Nisâ:142) 

Termasuk juga ketidakpedulian akan luputnya musim-musim kebaikan serta waktu-waktu ibadah. Ini menunjukkan akan tidak adanya perhatian mendapatkan pahala. Mengakhirkan ibadah haji padahal mampu, enggan berjihad padahal dalam keadaan lapang dan meninggalkan shalat berjamaah sehingga berhujung pada meninggalkan shalat Jumat. Rasulullah -shalallahu alaihi wasalam- bersabda: 

لَا يَزَالُ قَوْمٌ يَتَأَخَّرُونَ عَنْ الصَّفِّ الْأَوَّلِ حَتَّى يُؤَخِّرَهُمْ اللَّهُ فِي النَّارِ

"Masih terus saja suatu kaum meninggalkan saf pertama, hingga Allah akhirkan mereka ke neraka." [HR. Abu Dâwud no.679. Shahih at-Targhib no.510.]

Si penderita tidak sadar dengan teguran hatinya sewaktu tertidur saat masuk waktu shalat wajib, demikian pula ketika terluput melakukan shalat sunah rawatib atau meninggalkan wirid dari wirid-wiridnya. Dia tidak berhasrat untuk mengganti apa yang telah terluput itu. Demikianlah, dia menjadi terbiasa melalaikan segala yang dianggapnya sunah atau wajib kifayah (wajib dilakukan oleh sebagian kaum muslimin. Jika sebagiannya telah melaksanakan, maka yang lain sudah gugur kewajibannya, seperti pengurusan jenazah, mempelajari ilmu duniawiah dsb), atau bahkan sama sekali tidak menghadiri shalat 'Id (padahal sebagian ulama mengatakan wajib melaksanakannya), tidak shalat gerhana, tidak respons untuk menghadiri resepsi kematian dan menyalatinya. Dia tidak menginginkan pahala dan tidak merasa butuh. Kontras dengan orang-orang yang telah Allah deskripsikan dalam firman-Nya: 

{إِنَّهُمْ كَانُوا يُسَارِعُونَ فِي الْخَيْرَاتِ وَيَدْعُونَنَا رَغَبًا وَرَهَبًا ۖ وَكَانُوا لَنَا خَاشِعِينَ} [الأنبياء : ٩٠]

"...Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang selalu bersegera dalam (mengerjakan) perbuatan-perbuatan yang baik dan mereka berdoa kepada Kami dengan harap dan cemas dan mereka adalah orang-orang yang khusyuk kepada Kami." (QS.al-Anbiyâ`:90) 

Di antara bentuknya yang lain adalah bermalas-malasan dalam melaksanakan ketaatan. Malas melaksanakan sunah rawatib, shalat malam, bersegera ke masjid, atau ibadah-ibadah lain semisal shalat dhuha. Jika ibadahibadah tersebut saja tidak terbetik dalam pikirannya, apatah lagi dengan shalat taubah atau shalat istikharah. 

5. Tidak lapang dada, hilang selera, terperangkap dalam ego bahkan seolah ada beban berat yang menghimpit. 

Akibatnya menjadi cepat emosi atau berkeluh kesah hanya karena urusan sepele. Merasa tertekan dengan tingkah orang di sekitarnya dan menjadi tidak toleran. Nabi -shalallahu alaihi wasalam- mendeskripsikan iman dengan sabdanya: 

الإيمان: الصبر والسماحة 

"Iman itu kesabaran dan toleran." [As-Silsilah as-Shahihah no.554, II/86.]

Beliau mendeskripsikan seorang mukmin dengan:

يألف ويؤلف ولا خير فيمن يألف ويؤلف 

"...beramah-tamah. Tidak ada kebaikan bagi yang tidak beramah-tamah." [Silsilah as-Shahihah no.427.]

6. Tidak peka/terpengaruh dengan bacaan al-Quran. 

 Tidak dengan janji-janji dan ancaman, tidak pula perintah dan larangan, maupun dengan penggambaran hari kiamat. Mereka yang lemah imannya, berpaling dari mendengar al-Quran. Jiwanya tidak sanggup konsisten membacanya. Ketika membuka al-Quran, hampir-hampir menutupnya kembali. 

7. Lalai dari mengingat Allah -azzawajalla- dan berdoa kepada-Nya -subhanahu wata'âla-. 

Sehingga berat ketika berzikir. Jika mengangkat tangan untuk berdoa, begitu cepat diturunkannya lagi kemudian berlalu. Allah mendeskripsikan orang munafik dalam firman-Nya: 

{وَلَا يَذْكُرُونَ اللَّهَ إِلَّا قَلِيلًا} [النساء :١٤٢]

"...dan tidaklah mereka menyebut Allah kecuali sedikit sekali." (QS.an-Nisâ:142) 

8. Tidak murka jika kesucian Allah -azzawajalla- dinistai, karena api cemburu dalam kalbunya telah padam, sehingga tubuhnya tidak mampu melakukan pengingkaran, tidak pula beramar makruf nahi mungkar. 

Seumur-umur tidak pernah melakukan pembelaan terhadap Allah. Rasulullah -shalallahu alaihi wasalam- mendeskripsikan kalbu seperti ini sebagai kalbu yang lemah, dalam hadisnya: 

تُعْرَضُ الْفِتَنُ عَلَى الْقُلُوبِ كَالْحَصِيرِ عُودًا عُودًا فَأَيُّ قَلْبٍ أُشْرِبَهَا نُكِتَ فِيهِ نُكْتَةٌ سَوْدَاءُ

"Fitnah (cobaan) dibentangkan kepada kalbu seperti keset, selembar demi selembar. Bagian manapun dari kalbu yang menyerapnya akan menjadi titik hitam."

Hingga menjadi seperti yang dikhabarkan Rasulullah -shalallahu alaihi wasalam-: 

أَسْوَدُ مُرْبَادًّا كَالْكُوزِ مُجَخِّيًا لَا يَعْرِفُ مَعْرُوفًا وَلَا يُنْكِرُ مُنْكَرًا إِلَّا مَا أُشْرِبَ مِنْ هَوَاهُ 

"Hitam dengan sedikit bintik putih, seperti kerucut yang miring tertelungkup, tidak mengetahui kebaikan dan tidak mengingkari kemungkaran, selain yang diterima oleh hawa nafsunya." [HR. Muslim no.144.]

Yang demikian itu karena telah luntur darinya cinta kebaikan dan benci kemungkaran. Hal itu yang menguasainya sehingga tidak ada yang mendorongnya untuk mengajak berbuat baik maupun mencegah kemungkaran. Bahkan ketika mendengar kemungkaran terjadi bisa jadi malah meridainya, sehingga dia pun mendapat dosa seperti orang yang menyaksikan namun membiarkannya. Hal ini sebagaimana yang disabdakan Rasulullah -shalallahu alaihi wasalam-: 

إِذَا عُمِلَتْ الْخَطِيئَةُ فِي الْأَرْضِ كَانَ مَنْ شَهِدَهَا فَكَرِهَهَا وَقَالَ مَرَّةً أَنْكَرَهَا كَانَ كَمَنْ غَابَ عَنْهَا وَمَنْ غَابَ عَنْهَا فَرَضِيَهَا كَانَ كَمَنْ شَهِدَهَا

"Jika keburukan dilakukan di bumi dan dia menyaksikan dan membencinya –dalam riwayat yang lain mengingkarinya- seperti orang yang tidak hadir. Dan siapa yang tidak menyaksikannya tetapi meridainya maka seperti menyaksikannya." [HR. Abu Dâwud no.4345. Lihat Shahih al-Jâmi' 689.]

Rida dengan perbuatan maksiat merupakan amal hati/kalbu yang menyisakan dosa seperti orang yang melihatnya. 


Dikutip dari:  ظاهرة ضعف  الإيمان   (Fenomena Lemahnya Iman) Syaikh Muhammad Sholeh al-Munajjid

bersambung ke bagian 2 in shâ Allâh

Tidak ada komentar:

Posting Komentar