TITIAN SALAF

"Syiarkan Sunnah, Kikis Bid'ah". Mencukupkan Diri Dengan Al Qur'an dan Sunnah Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam Dengan Mengikuti Pemahaman Generasi Terbaik Para Sahabat Radhiyallahu’anhum

Breaking

Jumat, 31 Juli 2020

Tanda-tanda Lemah Iman (3 ‐ selesai)


"Aku merasa  hatiku  keras",  "Aku  tidak  dapat  merasakan nikmatnya  ibadah",  "Aku  merasa  imanku  berada  di  titik nadir",  "Aku  tidak dapat  merasakan  pengaruh  bacaan  al Quran",  "Aku  mudah  terjerumus  dalam maksiat".

Kondisi-kondisi tersebut diatas adalah sebagian pengaruh penyakit lemah iman. 

Berikut ini adalah lanjutan tanda-tanda lemah iman sebagai kelanjutan dua artikel sebelumnya. 

14. Meremehkan kebaikan dan tidak peduli dengan kebaikan-kebaikan kecil.
 
Rasulullah -shalallahu alaihi wasalam- telah mengajarkan kita agar tidak seperti itu. Telah diriwayatkan oleh Imam Ahmad -rahimahullah- dari Abu Jarî al-Hajimi, katanya:
 
"Aku mendatangi Rasulullah -shalallahu alaihi wasalam- dan bertanya:
 
'Wahai Rasulullah, sesungguhnya kami adalah kaum badui, ajarkan kami sesuatu yang akan Allah beri manfaat kepada kami!".
 
Nabi bersabda:

لَا تَحْقِرَنَّ مِنْ الْمَعْرُوفِ شَيْئًا وَلَوْ أَنْ تُفْرِغَ مِنْ دَلْوِكَ فِي إِنَاءِ الْمُسْتَسْقِي وَلَوْ أَنْ تُكَلِّمَ أَخَاكَ وَوَجْهُكَ إِلَيْهِ مُنْبَسِطٌ

"Janganlah meremehkan kebaikan sekecil apapun, sekalipun sekedar mengosongkan isi embermu untuk orang yang memerlukan air, dan sekalipun berbicara dengan saudaramu dengan wajah yang ceria." [Musnad Ahmad V/63. Silsilah as-Sahihah no.1352.]

Seandainya ada yang ingin mengambil air dari sumur, sedangkan engkau telah lebih dulu mengambilnya, maka berikan air itu kepadanya. Amalan seperti ini meskipun nampaknya sepele, tidak semestinya diremehkan. Demikian pula dengan menemui saudaramu dengan wajah ceria, membersihkan kotoran dan sampah dari masjid, walaupun hanya serpihan, semoga saja menjadi sebab pengampunan dosa.
 
Allah mensyukuri hamba-Nya dengan amalan seperti itu dan mengampuni dosanya. Bukankah Rasulullah shalallahu alaihi wasalam- bersabda:
 
مَرَّ رَجُلٌ بِغُصْنِ شَجَرَةٍ عَلَى ظَهْرِ طَرِيقٍ فَقَالَ وَاللَّهِ لَأُنَحِّيَنَّ هَذَا عَنْ الْمُسْلِمِينَ لَا يُؤْذِيهِمْ فَأُدْخِلَ الْجَنَّةَ

"Seseorang lewat dijalan dan mendapati ranting kayu menghalangi jalan. Dia berkata, 'Demi Allah, aku akan menyingkirkannya agar tidak menyakiti kaum muslimin lain!' Dia pun dimasukkan ke dalam surga." [HR. Muslim no.1914.]

Pada jiwa yang meremehkan amalan baik yang ringan, ada kejelekan dan keteledoran. Cukup baginya hukuman atas penghinaannya terhadap kebaikan yang kecil diharamkan dari keistimewaan agung yang dijelaskan oleh sabda Rasulullah -shalallahu alaihi wasalam-:
 
من أمام أذى عن طريق المسلمين كتب له حسنة ومن تقبلت له حسنة دخل الجنة 

"Siapa yang menyingkirkan gangguan dari jalan kaum muslimin, dicatatkan untuknya satu kebaikan. Siapa yang diterima kebaikannya dia masuk surga." [HR. al-Bukhari dalam al-Adab al-Mufrod no.593. as-Silsilah as-Shahihah V/387.]
Mu'adz -radiallahu'anhu- berjalan bersama seorang lelaki. Muadz menyingkirkan batu dari jalan. Lelaki itu bertanya: 

"Apa yang kau lakukan?"
 
Muadz berkata: "Aku mendengar Rasulullah -shalallahu alaihi wasalam- bersabda: 

من رفع حجرا من الطريق كتب له حسنة ومن كانت له حسنة دخل الجنة

"Siapa yang menyingkirkan batu dari jalan, Allah catatkan untuknya satu kebaikan. Siapa yang memiliki kebaikan akan masuk surga." [Al-Mu'jam al-Kabir oleh at-Thabarani XX/101. Silsilah as-Shahihah V/387.]

15. Tidak peduli dengan kondisi kaum muslimin, tidak bersimpati dengan doa, sedekah maupun bantuan lain.
 
Mati rasa terhadap penderitaan saudara-saudaranya di belahan bumi yang terbelenggu musuh, tertindas, teraniaya dan terkena bencana. Cukup baginya keselamatan dirinya sendiri. Ini adalah dampak lemahnya iman. Seorang mukmin justru sebaliknya. Nabi -shalallahu alaihi wasalam- bersabda:
 
إن المؤمن من أهل الإيمنان بمنزلة الرأس من الجسد يألم المؤمن لأهل الإيمان كما يألم الجسد لما فى الرأس

"Sesungguhnya seorang mukmin bagi ahli iman seperti kepala pada tubuh. Seorang mukmin akan merasa sakit terhadap (penderitaan) ahli iman seperti sakitnya tubuh ketika merasa ada gangguan di kepalanya." [Musnad Ahmad V/340. Silsilah as-Shahihah no.1137.]

16. Memutuskan tali persaudaraan antara orang yang bersaudara. 

Rasulullah -shalallahu alaihi wasalam- bersabda,
 
ما تولد اثنان فى الله عز وجل أوفى الإسلام فيفرق بينهما أول ذنبو وفى رواية: ففرق بينهما إلا بذنب} يحدثه أحد هما

"Tidaklah dua orang yang saling berkasih sayang karena Allah -azzawajalla- atau dalam islam, kemudian berselisih, melainkan karena dosa yang pertama kali [Dalam riwayat lain: tidak terpisahkan kecuali oleh dosa] dilakukan oleh salah seorang dari keduanya."[HR. al-Bukhari dalam al-Âdab al-Mufrod no.401. Ahmad dalam al-Musnad II/68. as-Silsilah as-Shahihah no.637]

Ini adalah dalil akan "karma" yang disebabkan oleh maksiat. Ia dapat menyebabkan terlepasnya ikatan persaudaraan dan memutuskannya. Keberutalan yang terkadang didapati seseorang dari saudaranya dikarenakan keimanan yang menurun, akibat dari maksiat yang dilakukannya; karena Allah menjatuhkan martabat pelaku maksiat di hati hamba-hamba-Nya. Dia hidup di antara manusia dengan keadaan yang buruk, tak bermartabat, sulit keadaan lagi tidak terhormat. Terluput juga darinya kemuliaan sebagai orang yang beriman serta pembelaan Allah, sesungguhnya allah hanya membela orang-orang yang beriman.
 
17. Tidak memiliki rasa tanggung jawab untuk mengamalkan agama ini. 
Tidak berupaya untuk menyebarkan dan berkhidmat kepada agama ini. 

Bertolak belakang dengan para sahabat Nabi -shalallahu alaihi wasalam- yang ketika memeluk Islam langsung merasa memiliki tanggung jawab. Lihatlah Tufail Ibn Amr radiallahu'anhu-, berapa sering dia mondar-mandir menjelaskan Islam kepada kabilahnya, menyeru kepada Allah -azzawajalla-?! Dia bersegera mendakwahi kaumnya. Spontan setelah memeluk Islam dia langsung merasa harus kembali kepada kaumnya, kembali sebagai seorang dai (juru dakwah) penyeru kepada Allah subhanahu wata'âla-. 

Namun sekarang ini kebanyakannya membutuhkan waktu lama antara komitmen beragama hingga sampai pada tahap dakwah kepada Allah -azzawajalla-.
 
Para sahabat Muhammad -shalallahu alaihi wasalam- memahami bahwa konsekuensi memeluk Islam adalah memusuhi kekafiran, berlepas diri, serta memisahkan diri dari mereka. Tsumamah Ibn Atsâl -radiallahu'anhu-, pemimpin Yamamah, ketika tertawan dibawa dan diikat di masjid. Nabi menawarkan kepadanya untuk memeluk Islam. Allah memberinya cahaya (keimanan) menerima Islam. Setelah memeluk Islam dia berangkat umrah. Ketika sampai di Mekkah, dia berkata kepada kaum Quraisy:
 
"Tidak akan sampai kepada kalian sebutir gandum pun dari Yamamah, sampai Rasulullah -shalallahu alaihi wasalam- mengizinkannya." [HR. Al-Bukhari dalam Fathul Bâri VIII/87.]

Pemisahan dirinya dengan kaum kafir dan pemboikotan secara ekonomi terhadap kafir Quraisy merupakan bentuk upaya yang mungkin dan tersedia untuk berkhidmat dalam dakwah. Ini terjadi secara langsung sebagai buah keimanan yang mantap sehingga berdampak pada munculnya perbuatan itu.
 
18. Cemas dan ketakutan ketika datang musibah atau terjadi masalah.
 
Engkau mendapatinya gemetar ketakutan, terganggu keseimbangannya, linglung, egois dan bingung dengan keadaannya ketika tertimpa bencana dan musibah. Jalan keluar tertutup dari pandangannya, dikuasai kegundahan, tidak dapat menghadapi kenyataan dengan stabil dan dengan hati/kalbu yang kuat. Itu semua dikarenakan lemah iman. Seandainya imannya kuat, tentu dia akan bertahan. Dia akan dapat menghadapi sebesar dan separah apa pun musibah dan bencana dengan kuat dan teguh.
 
19. Banyak berdebat, pamer lagi keras hati.
 
Rasulullah -shalallahu alaihi wasalam- bersabda:
 
ما ضل قوم بعد هدى كانوا عليه إلا أتوا الجدل

"Tidaklah tersesat suatu kaum setelah mendapat petunjuk atas apa yang mereka lakukan, melainkan setelah melakukan perdebatan." [HR. Ahmad dalam al-Musnad V/252. Shahih al-Jâmi' no.5633.]

Perdebatan tanpa dalil dan tanpa tujuan yang benar membuat jauh dari jalan yang lurus. Berapa banyak perdebatan manusia hari ini yang dilakukan dengan cara yang batil, berdebat dengan tanpa dalil dan tanpa petunjuk hadits maupun al-Quran. 

Cukuplah untuk dapat meninggalkan bagian tercela ini sabda Rasulullah -shalallahu alaihi wasalam-:
 
أنا زعيم ببيت فى ربض الجنة لمن ترك المراء وإن كان محقا 

"Aku adalah pemimpin pada rumah di dasar surga bagi yang meninggalkan riya (pamer), sekalipun benar." [HR. Abu Dâwud V/150. Shahih al-Jami' no.1464.]

20. Cinta dunia, sangat bernafsu dan berhasrat terhadapnya.
 
Ketergantungan hatinya kepada dunia sampai kepada tingkatan akan merasa sakit jika ada kesempatan yang luput darinya, baik dalam bentuk harta, kehormatan, kedudukan maupun tempat tinggal. Menganggap diri bodoh dan buruk perencanaan hanya karena tidak bisa mendapat apa yang didapatkan orang lain. Dia merasa sakit dan amat tertekan jika melihat saudaranya memperoleh apa yang tidak didapatkannya dari kesempatan dunia. Bahkan terkadang mendengki dan mengharap nikmat itu sirna dari saudaranya. Ini bertentangan dengan iman, sebagaimana yang disabdakan oleh Rasulullah -shalallahu alaihi wasalam-:
 
لا يجتمعان فى قلب عبد الإيمان والحسد

"Tidaklah berkumpul di dalam kalbu seorang hamba antara keimanan dan kedengkian." [HR. Abu Dâwud V/150. Shahih al-Jami' no.1464.]

21. Mengambil ucapan seseorang dan retorika naluriah akal semata dengan mengesampingkan sisi imaniah.
 
Bahkan hampir-hampir engkau tidak mendapati dalam pembicaraannya unsur al-Quran, sunah atau perkataan generasi pendahulu Islam (salaf) -rahimahullah-. 

22. Pemanjaan diri yang berlebihan dalam makanan, minuman, pakaian, tempat tinggal, dan kendaraan.
 
Engkau dapati dia begitu konsentrasi dengan kebutuhan tersier (bukan kebutuhan pokok) dengan perhatian yang berlebihan. Memuaskan diri dan memaksakan diri membeli pakaian yang mahal, menikmati interior mewah dan menghamburkan harta dan waktunya untuk kemewahan yang bukan kebutuhan darurat (primer), padahal saudaranya dari kaum muslimin di sekitarnya ada yang sangat berhajat kepada harta itu. Dia terhanyut hingga tenggelam dalam kenikmatan dan kemewahan yang dilarang, sebagaimana yang terdapat dalam hadits Muadz Ibn Jabal -radiallahu'anhu- ketika diutus oleh Nabi -shalallahu alaihi wasalam- ke Yaman dengan wasiat: 

إيك والتنعيم فإن عباد الله ليسوا بالمتنعمين 

"Hindarilah memuaskan diri, sesungguhnya hamba Allah bukanlah dia yang suka memuas-muaskan diri."[HR. Abu Na'îm dalam al-Hilyah V/155. As-Silsilah as-Shahihah no.353. Riwayat Ahmad dengan lafal 'إياي' [Tidaklah aku] al-Musnad V/243.]

Dikutip dari:  ظاهرة ضعف  الإيمان   (Fenomena Lemahnya Iman) Syaikh Muhammad Sholeh al-Munajjid

Tidak ada komentar:

Posting Komentar