TITIAN SALAF

"Syiarkan Sunnah, Kikis Bid'ah". Mencukupkan Diri Dengan Al Qur'an dan Sunnah Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam Dengan Mengikuti Pemahaman Generasi Terbaik Para Sahabat Radhiyallahu’anhum

Breaking

Jumat, 17 Juli 2020

Tanda-tanda Lemah Iman (2)


Ahlussunnah Waljamaah meyakini iman dapat berkurang dan bertambah. Iman bertambah dengan melakukan ketaatan dan berkurang apabila melakukan maksiat. Seorang muslim mesti peka dengan tanda-tanda yang tampak sehingga dapat mengenali kondisi keimanannya. Lemahnya iman merupakan musibah bagi seorang muslim.

Maka sesungguhnya penyakit lemah iman memiliki gejala dan tanda-tanda, di antaranya:


9. Senang memamerkan diri, dalam bentuk: 
  • Senang berkuasa dan memimpin, tanpa memperdulikan tanggung jawab dan bahayanya. Yang seperti inilah yang diperingatkan oleh Rasulullah -shalallahu alaihi wasalam- dengan sabdanya: 
إِنَّكُمْ سَتَحْرِصُونَ عَلَى الْإِمَارَةِ وَسَتَكُونُ نَدَامَةً يَوْمَ الْقِيَامَةِ فَنِعْمَ الْمُرْضِعَةُ وَبِئْسَتْ الْفَاطِمَةُ

Kalian akan tamak pada kekuasaan yang pada hari kiamat akan menjadi penyesalan. permulaannya dan malapetaka pada akhirnya. [HR. al-Bukhari no. 6729]

Nikmat Maksud "nikmat permulaannya" karena perolehan harta, kehormatan dan kenikmatannya. Sedangkan "malapetaka pada akhirnya" karena terdapat pembunuhan, pelengseran, dan kepayahan pada hari kiamat."

Nabi -shalallahu alaihi wasalam- pun bersabda:

إن شئتم أنبأتكم عن الإمارة وما هى أولها ملغمة وثانيها ندامة وثالثها عذاب يوم القيامة إلا من عدل

"Jika kalian ingin, aku dapat menjelaskan apa kekuasaan itu; permulaannya celaan, keduanya penyesalan, ketiganya siksa pada hari kiamat, kecuali bagi yang adil." [HR. at-Thabaroni dalam al-Kabir XVIII/72. Lihat Shahih al-Jami no.1420.]

Jika perkaranya adalah menjalankan kewajiban dan tanggung jawab, di mana tidak ada orang yang lebih baik darinya, seraya bersungguh-sungguh, saling menasihati dan adil sebagaimana yang dilakukan oleh Nabi Yusuf –alaihisalam-, kita katakan nikmat dan kemuliaan. Akan tetapi pada kebanyakannya adalah keinginan liar kekuasaan, ingin lebih, menindas para pemilik hak dan memonopoli perintah dan larangan. 
  • Senang muncul di majelis-majelis dan memonopoli pembicaraan, sedang yang lain wajib mendengarnya. Muncul di majelis-majelis maksudnya mimbar-mimbar. Hal ini telah diperingatkan oleh Rasulullah -shalallahu alaihi wasalam- dengan sabdanya: 
اتقوا هذه المسابح- يعنى المحارب

"Jauhilah tempat-tempat penyembelihan –maksudnya mimbar-mimbar." [HR. al-Baihaqi II/439. Lihat Shahih al-Jami' no.120.]
  • Senang jika orang-orang berdiri menyambutnya, demi memuaskan rasa gila penghormatan pada jiwanya yang sakit. Rasulullah -shalallahu alaihi wasalam- bersabda: 
من سره أن يمثل له العباد قياما فليتبوأ بيتا فى النار

"Siapa yang senang dihormati dengan cara hambahamba Allah berdiri menyambutnya, maka dia telah menempatkan tempat duduknya di neraka." [HR. al-Bukhari dalam Adab al-Mufrod no.977. lihat Silsilah as-Shahihah no.357.]

Oleh karena itu, ketika Muawiah mendatangi Ibnu Zubair dan Ibn Âmir, Ibn Âmir berdiri sedangkan Ibnu Zubair tetap duduk, Muawiah berkata kepada Ibn Âmir: 

"Duduklah, sesungguhnya aku mendengar Rasulullah -shalallahu alaihi wasalam- bersabda:

مَنْ أَحَبَّ أَنْ يَمْثُلَ لَهُ الرِّجَالُ قِيَامًا فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنْ النَّارِ

'Siapa yang senang dihormati dengan cara hamba-hamba Allah berdiri menyambutnya, maka dia telah menempatkan tempat duduknya di neraka'. [HR.Abu Dâwud no.5229. Al-Bukhari dalam al-Adab al-Mufrod no.977. asSilsilah as-Shahihah no.357.]

Tipe orang seperti ini akan marah jika sunah nabi ini diterapkan. Jika masuk suatu majelis, dia tidak rida kecuali ada salah seorang yang berdiri menyambutnya dan mendudukkannya, meskipun dia tahu Nabi shalallahu alaihi wasalam- melarang hal itu dalam sabdanya: 

لا يقيم الرجال الرجال من مجلسه ثم يجلس فيه

"Janganlah seseorang itu membangunkan orang lain dari duduknya kemudian dia duduk di situ." [Al-Bukhari dalam Fathul Bâri no.XI/62.]

10. Serakah dan kikir

Allah -subhanahu wata'âla- telah memuji kaum Anshar dalam kitab-Nya: 

{ وَيُؤْثِرُونَ عَلَىٰ أَنفُسِهِمْ وَلَوْ كَانَ بِهِمْ خَصَاصَةٌ ۚ َ} [الحشر : ٩]

"...dan mereka mengutamakan (orang-orang muhajirin) atas diri mereka sendiri, sekalipun mereka dalam kesusahan." (QS.al-Hasyr: 9)

Dijelaskan bahwa orang-orang yang beruntung adalah mereka yang menjauhi keserakahan diri mereka. Tidak diragukan bahwa lemah iman melahirkan keserakahan. Bahkan Rasulullah -shalallahu alaihi wasalam- bersabda: 

لا يجتمع الشح والإيمان فى قلب عبد أبدا

"Tidak akan berkumpul keserakahan dan keimanan dalam hati seorang hamba sama sekali." [HR.an-Nasâi dalam al-Mujtaba VI/13. Shahih al-Jâmi' no.2678.]

Mengenai bahaya keserakahan dan pengaruhnya terhadap jiwa telah dijelaskan oleh Nabi -shalallahu alaihi wasalam- dengan sabdanya: 

إِيَّاكُمْ وَالشُّحَّ فَإِنَّمَا هَلَكَ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ بِالشُّحِّ أَمَرَهُمْ بِالْبُخْلِ فَبَخِلُوا وَأَمَرَهُمْ بِالْقَطِيعَةِ فَقَطَعُوا وَأَمَرَهُمْ بِالْفُجُورِ فَفَجَرُوا

"Jauhilah oleh kalian keserakahan. Sungguh binasanya orang-orang sebelum kalian karena keserakahan. Ketika (keserakahan) memerintahkan mereka untuk bakhil, mereka berbuat kekikiran, ketika memerintah untuk memutus persaudaraan, mereka memutus persaudaraan dan ketika memerintah mereka untuk berbuat kekejian, mereka melakukannya." [HR. Abu Dâwud II/324. Shahihul Jami' no.2678.]

Kebakhilan pada pemilik iman yang lemah, membuatnya hampir-hampir tidak mengeluarkan sedikit pun untuk Allah, sekalipun ada yang meminta sedekah dan menyaksikan sendiri kebutuhan saudaranya muslim yang terkena musibah. Tidak ada yang lebih tepat tentang mereka ini daripada firman Allah: 

{هَا أَنتُمْ هَٰؤُلَاءِ تُدْعَوْنَ لِتُنفِقُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ فَمِنكُم مَّن يَبْخَلُ ۖ وَمَن يَبْخَلْ فَإِنَّمَا يَبْخَلُ عَن نَّفْسِهِ ۚ وَاللَّهُ الْغَنِيُّ وَأَنتُمُ الْفُقَرَاءُ ۚ وَإِن تَتَوَلَّوْا يَسْتَبْدِلْ قَوْمًا غَيْرَكُمْ ثُمَّ لَا يَكُونُوا أَمْثَالَكُم} [محمد : ٣٨]

"Ingatlah, kamu adalah orang-orang yang diajak untuk menafkahkan (hartamu) di jalan Allah. Lalu di antara kamu ada yang kikir, dan siapa yang kikir sesungguhnya dia hanyalah kikir terhadap dirinya sendiri. Dan Allah-lah yang Mahakaya, dan kamulah orang-orang yang membutuhkan (karunia-Nya). Dan jika kamu berpaling niscaya Dia akan mengganti (kamu) dengan kaum yang lain; dan mereka tidak akan (durhaka) seperti kamu." (QS.Muhammad:38).

11. Mengatakan apa yang tidak dilakukannya.

Allah –wata'ala- berfirman:

{يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لِمَ تَقُولُونَ مَا لَا تَفْعَلُونَ}
{كَبُرَ مَقْتًا عِندَ اللَّهِ أَن تَقُولُوا مَا لَا تَفْعَلُونَ} [الصف : ٢،٣]

"Wahai orang-orang yang beriman, kenapakah kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan? Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan." (QS.as-Shaff: 2,3) 

Tidak diragukan kalau ini adalah jenis kemunafikan. Siapa yang perkataannya menyelisihi perbuatannya, menjadi tercela di sisi Allah dan dibenci oleh makhluk. Penghuni neraka nantinya akan membeberkan apa-apa yang telah mereka perintahkan di dunia tetapi tidak melaksanakannya, dan apa yang dilarangnya tetapi dilakukannya. 

12. Gembira dan menginginkan saudaranya gagal, rugi, terkena musibah dan lenyap kenikmatannya. 

Dia merasa gembira ketika nikmat yang ada pada saudaranya sirna. Karena sesuatu yang menjadikan saudaranya itu istimewa telah tiada darinya. 

13. Hanya melihat sesuatu perkara dari sisi apakah mengandung dosa ataukah tidak, tanpa melihat lagi apakah hal itu termasuk perkara "makruh" (dibenci) atau tidak. 

Sebagian orang, jika hendak mengerjakan suatu amal tidak bertanya mana amal-amalan yang baik, tetapi yang ditanya 'apakah perbuatan itu dosa atau tidak?', 'haram atau cuma makruh?'. Mental seperti ini dapat menjeratnya ke dalam syirik "subhat" (kerancuan) dan "makruhat" (perkara-perkara yang dibenci), sehingga menjerumuskannya pada perkara haram pada suatu saat. 

Orang seperti ini tidak mengapa baginya mengerjakan perkara "makruh" (yang dibenci) atau "musytabih" (meragukan), selama perkaranya bukan haram. Inilah yang senyatanya dikabarkan oleh Rasulullah -shalallahu alaihi wasalam- dengan sabdanya: 

مَنْ وَقَعَ فِي الشُّبُهَاتِ وَقَعَ فِي الْحَرَامِ كَالرَّاعِي يَرْعَى حَوْلَ الْحِمَى يُوشِكُ أَنْ يَرْتَعَ فِيهِ

"Siapa yang terjerumus pada subhat (meragukan) telah terjerumus pada yang haram. Seperti penggembala yang menggembalakan gembalaannya di sekitar pagar, tidak ayal akan menerobos ke dalamnya..." [Hadits di dalam Sahihain dengan lafal dari Muslim no.1599.]

Bahkan sebagian orang jika meminta fatwa dalam suatu perkara dan dikhabarkan bahwa hal itu haram akan bertanya, 'apakah sangat haram atau tidak?' atau 'seberapa besar dosanya?'. Yang seperti ini, tidak ada pada dirinya kepedulian untuk menjauhi kemungkaran dan kejelekan. Bahkan dia siap untuk terjerumus dalam tahap awal perbuatan haram. Dia menyepelekan dosadosa yang dianggap kecil, sehingga menjadi berani melanggar apa yang Allah haramkan. Hilang sekat antara dirinya dan kemaksiatan. Karenanya Rasulullah -shalallahu alaihi wasalam- bersabda dalam hadits sahih: 

لَأَعْلَمَنَّ أَقْوَامًا مِنْ أُمَّتِي يَأْتُونَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ بِحَسَنَاتٍ أَمْثَالِ جِبَالِ تِهَامَةَ بِيضًا فَيَجْعَلُهَا اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ هَبَاءً مَنْثُورًا

"Sungguh aku mengetahui kaum dari umatku yang datang membawa kebaikan seperti gunung Tuhâmah, namun Allah -azzawajalla- menjadikannya debu yang beterbangan." 

Tsauban -radiallahu'anhu- bertanya, 
"Wahai Rasulullah, deskripsikan mereka kepada kami agar kami tidak seperti mereka tanpa menyadarinya?" 
Nabi menjawab, 

إِنَّهُمْ إِخْوَانُكُمْ وَمِنْ جِلْدَتِكُمْ وَيَأْخُذُونَ مِنْ اللَّيْلِ كَمَا تَأْخُذُونَ وَلَكِنَّهُمْ أَقْوَامٌ إِذَا خَلَوْا بِمَحَارِمِ اللَّهِ انْتَهَكُوهَا

"Mereka adalah saudara-saudara kalian dan dari bangsa kalian. Malam mereka sama seperti malam kalian (maksudnya dalam beribadah di malam hari.), akan tetapi jika tengah bersendirian dengan perkara haram mereka melabraknya." [HR. Ibnu Hibban no.4245. Di dalam az-Zawaid disebutkan sanadnya sahih dan periwayatnya terpercaya. Lihat Shahih al-Jami no.5028.]

Engkau dapatkan mereka terjerumus dalam perkara haram tanpa risih dan ragu. Ini lebih buruk dari mereka yang terjerumus setelah ragu-ragu dan risih, meskipun keduanya dalam bahaya, namun keadaan orang yang pertama lebih jelek dari yang kedua. Macam orang seperti ini menggampangkan dosa karena kelemahan imannya. Dia tidak melihat bahwa hal itu adalah sesuatu kemungkaran. Karenanya Ibnu Mas'ud -radiallahu'anhu- menggambarkan perbedaan antara keadaan orang beriman dengan orang munafik dengan: 

"Orang beriman melihat dosanya seperti batu di atas gunung dan takut akan menimpanya. Sedangkan pelaku dosa, melihat dosanya seperti lalat yang lewat di hidungnya dan menepisnya." [HR. al-Bukhari dalam Fathul Bâri XI/102. Lihat Taghliq at-Ta'lîq V/136 terbitan al-Maktab al-Islami.]

Dikutip dari:  ظاهرة ضعف  الإيمان   (Fenomena Lemahnya Iman) Syaikh Muhammad Sholeh al-Munajjid

Bersambung bagian 3 (akhir) in shâ Allâh 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar