TITIAN SALAF

"Syiarkan Sunnah, Kikis Bid'ah". Mencukupkan Diri Dengan Al Qur'an dan Sunnah Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam Dengan Mengikuti Pemahaman Generasi Terbaik Para Sahabat Radhiyallahu’anhum

Breaking

Kamis, 25 April 2019

Kamis, April 25, 2019

RASULULLAH ﷺ BERSABDA DEMIKIAN, LALU KAU BERPENDAPAT LAIN ?

Taat kepada Allah dan RasulNya merupakan sumber keselamatan, bukan perkataan si A dan si B meskipun beliau-beliau adalah mujtahid. Namun mendahulukan perkataan beliau-beliau dengan meninggalkan perkataan Allah dan RasulNya adalah sebuah musibah besar. Perkataan ulama hanya kita gunakan sebagai alat bantu untuk memahami firman Allah dan sabda RasulNya dengan baik dan benar, bukan malah digunakan sebagai alat untuk membantah perkataan Allah dan RasulNya. Kita hanya diperintahkan untuk mentaati Allah dan RasulNya, bukan perkataan ulama A atau ustadz B yang tidak sejalan dengan aturan Allah dan RasulNya.

Dari Ibnu Abbas, beliau berkata :
“Nabi berhaji tamattu’, maka Urwah bin Az-Zubair berkata, “Abu Bakar dan Umar melarang tamattu". Ibnu Abbas menimpali perkataannya, “Aku melihat mereka akan binasa, aku menyampaikan kepada mereka “Nabi ﷺ bersabda demikian”, namun mereka berkata “Abu Bakar dan Umar melarang.”
(Jami’ bayan Al-‘Ilmi wa fadlihi 1/129 no 443, Musnad Ahmad no 3121)

Dalam riwayat yang lain beliau berkata :
“Hampir saja menimpa kalian hujan batu dari langit, aku berkata “Rasulullah ﷺ berkata demikian” lantas kalian berkata, “Abu Bakar dan Umar berkata demikian dan demikian.”
(Diriwayatkan oleh Abdurrazzaq Ash Shan’ani dalam Mushannaf-nya dengan sanad shahih)

Namun ada yang lebih parah lagi, yaitu orang-orang yang membantah hadits shahih dikarenakan hadits tersebut tidak diterima oleh ilmuwan kaum kuffar.
Ada orang yang menolak kandungan hadits lalat karena isi hadits tersebut tidak sejalan dengan perkataan seorang dokter barat. Subhanallah..

Berkata Al-Humaidi :
“Kami sedang bersama Imam Asy-Syafi’i, lalu datanglah seseorang dan bertanya tentang suatu permasalahan. Maka As-Syafi’i berkata, “Rasulullah ﷺ telah memutuskan permasalahan ini dengan hukum demikian dan demikian”. Orang itu berkata kepada Imam As-Syafi’i, “Bagaimana menurut pendapat Anda?”, maka Imam As-Syafii berkata,
“Subhanallah, apakah engkau sedang melihatku di gereja ?!, apakah engkau sedang melihatku di tempat ibadah orang-orang yahudi ?!, apakah engkau melihat di pinggangku ada zunnar (sabuk yang dipakai oleh orang-orang Nasrani) ?!. Aku katakan kepadamu bahwa Rasulullah ﷺ memutuskan perkara ini dengan hukuman demikian dan demikian lantas engkau berkata “Bagaimana menurut pendapatmu ?”.
(Siyar A’lam An-Nubala’ 10/34 dan Hilyatul Auliya’ 9/106)

Dari Abdullah bin Mugoffal berkata : 
"Bahwasanya Nabi ﷺ melarang khadzf (mengutik dengan kerikil tatkala berburu untuk melukai hewan buruan) dan Nabi ﷺ bersabda, “Sesungguhnya khadzf (kutikan) itu tidaklah menghasilkan hewan buruan, juga tidak mematikan musuh, namun hanya membutakan mata dan mematahkan gigi”. Orang itupun berkata kepada Abdullah, “Memangnya kenapa dengan khadzf ?”, maka Abdullah berkata, “Saya menyampaikan kepada engkau hadits Rasulullah ﷺ lalu engkau berkata demikian ?, Demi Allah saya tidak akan berbicara denganmu selamanya!.”
(HR. Bukhari no 5479 dan Muslim 1954)

Al-Hafidz Ibnu Hajar berkata :
“Hadits ini menunjukan akan bolehnya memboikot orang yang menyelisihi sunnah meninggalkan berbicara dengannya, dan hal ini tidak termasuk dalam larangan dari memboikot (saudara sesama muslim) lebih dari tiga hari, karena larangan tersebut hanyalah jika berkaitan dengan pemboikotan karena perkara pribadi.”
(Fathul Bari 9/753)

Dari Salim bin Abdillah, bahwasanya Abdullah bin Umar berkata :
Saya mendengar Rasulullah ﷺ bersabda, 
“Janganlah kalian melarang wanita-wanita kalian pergi ke mesjid-mesjid jika mereka telah meminta izin kepada kalian”. 
Lalu berkatalah Bilal bin Abdullah bin Umar (putra Abdullah bin Umar), “Demi Allah kami akan melarang mereka (ke mesjid)”.
Maka Abdullah bin Umarpun menghadap kepadanya lalu mencelanya dengan celaan yang sangat keras yang saya sama sekali tidak pernah mendengar ia mencela seperti itu, lalu berkata, “Saya mengabarkan kepadamu hadits Rasulullah ﷺ lantas engkau berkata “Demi Allah kami akan melarang mereka ?”
(HR. Bukhari no 865)

Dalam satu riwayat yang dikeluarkan oleh Imam Muslim فَضَرَبَ فِيْ صَدْرِهِ “Maka Abdullahpun memukul dadanya.”
(HR. Muslim no 442)

Imam Nawawi berkata : 
“Hadits ini menunjukan hukuman terhadap orang yang protes terhadap sunnah Nabi ﷺ dan yang membantah sunnah dengan pemikirannya. Hadits ini juga menunjukan (bolehnya) hukuman seorang bapak kepada anaknya walaupun sang anak telah dewasa". 
(Al-Minhaj syarh Shaihih Muslim 4/384)

Dari ‘Ato bin Yasar :
"Ada seseorang yang menjual sepotong (sebongkah) emas atau perak dengan harga yang lebih berat dari berat bongkahan tersebut. Maka Abu Darda’pun berkata kepadanya, “Saya mendengar Rasulullah ﷺ berkata (Dilarang dari yang seperti ini kecuali sama beratnya) antara emas atau perak yang di jual (di tukar) dengan perak atau emas yang di jadikan sebagai pembayar). Orang tersebut berkata, “Menurut saya tidak mengapa”. Maka Abu Darda’pun berkata kepadanya, “Siapa yang menghalangiku dari orang ini ?, aku sampaikan kepadanya hadits Rasulullah ﷺ lantas dia menyampaikan kepadaku pendapatnya (yang menentang hadits). Saya tidak akan tinggal di tempat yang kamu berada di situ.”
(Dikeluarkan oleh Ibnu Battoh di Al-Ibanah no 94)

Dari Al-A’roj berkata : 
“Saya mendengar Abu Said Al-Khudri berkata kepada seseorang, “Tidakkah engkau mendengarkan perkataanku?, aku sampaikan kepadamu hadits Rasulullah ﷺ bahwasanya ia bersabda (Janganlah kalian menjual dinar dengan dinar atau dirham dengan dirham kecuali jika sama sama berat timbangannya, dan janganlah kalian menjualnya dengan tidak kontan), kemudian engkau berfatwa dengan fatwamu (yang menyelisihi hadits) ?. Demi Allah kita tidak akan berada di bawah satu atap selama hidupku kecuali di mesjid.”
(Dikeluarkan oleh Ibnu Battoh di Al-Ibanah no 95)

Abul Husain At-Thobsi berkata :
“Saya mendengar Abu Sa’id Al-Ashthikhri berkata dan tatkala itu datang seseorang kepadanya dan bertanya kepadanya, “Apakah boleh beristinja’ dengan tulang ? maka ia (Abu Sa’id) menjawab, “Tidak boleh”. Orang itu berkata, “Kenapa tidak boleh ?”, ia berkata, “Karena Rasulullah ﷺ bersabda, “Dia adalah bekal (makanan) saudara-saudara kalian dari golongan jin”. Orang itu menimpali, “Bukankah manusia lebih mulia daripada jin ?” ia berkata, “Tentu manusialah yang lebih mulia”. Orang itu berkata, “Jika demikian, lantas mengapa boleh beristinja’ dengan air, padahal air adalah minuman manusia ?”, iapun menerjang orang itu dan memegang lehernya dan berkata “Wahai zindik (munafik), engkau menentang sunnah Nabi ﷺ ?. Lalu ia (Abu Sa’id) mencekik orang itu, kalau tidak segera saya cegah mungkin ia telah membunuh orang itu.”
(Madarijus Salikin 1/334)

Berkata Salim bin Abdillah :
“Aku sedang duduk bersama Ibnu Umar di masjid tiba-tiba datang seseorang dari penduduk negeri Syam, lalu dia bertanya kepada Ibnu Umar tentang umrah bersama haji?, maka Ibnu Umar berkata, “(Ini adalah perkara yang) baik dan bagus”. Orang itu berkata, “Tapi ayahmu (yaitu Umar bin Al-Khottob) dulu melarang perkara ini?”. Ibnu Umar berkata, “Celaka engkau, jika ayahku telah melarang perkara ini dan perkara ini telah dikerjakan oleh Rasulullah ﷺ dan telah memerintahkannya maka perkataan ayahku yang kau pegang ataukah perintah Nabi ﷺ ?!”. Orang itu berkata, “Perintah Nabi”. Ibnu Umar lalu berkata, “Menyingkirlah dariku!!”.
(Diriwayatkan oleh At-Thohawi dalam Syarh Ma’anil Atsar 1/372 dari maktabah dan Abu Ya’la pada musnadnya 3/1317 dengan isnad yang jayyid, para perawinya tsiqoh)

Umar bin Khottob telah memberi hukuman pedang kepada orang yang mendahulukan pendapatnya dari pada hadits Rasulullah ﷺ dengan berkata, “ini adalah pendapatku”.

Ya Allah…
Bagaimana jika Umar melihat apa yang kita lihat sekarang ini ?

Jika Umar menyaksikan musibah yang menimpa kita berupa sikap mengedepankan pendapat si fulan dan si fulan dari pada perkataan Nabi ﷺ yang terjaga dari kesalahan ?

Bagaimana jika Umar melihat penentangan orang-orang yang menampilkan pendapat-pendapat mereka dan lebih mengedepankan pendapat dan pemikiran mereka daripada perkataan Rasulullah ﷺ ?

Semoga bermanfaat.
إِنْ شَاءَ اللّٰهُ

Ust DR. Firanda Andirja, MA. حفظه الله تعالى

Kamis, April 25, 2019

Masbuk: Ketika Mendapati Imam Sedang Sujud, Apakah Ikut Sujud atau Menunggu Imam Berdiri?



Soal

Jika seseorang masuk masjid (untuk shalat jama’ah) dan imam sedang sujud, apakah dia ikut imam sujud atau menunggu imam berdiri?

Jawab

Alhamdulillah

Jika seseorang masuk masjid dan imam sedang shalat, maka dia harus ikut imam sebagaimana posisi imam tersebut, baik imam sedang berdiri, rukuk, sujud atau duduk antara dua sujud. Seperti yang diriwayatkan oleh Abu Hurayrah (radhiyallahu ‘anhu), telah mengatakan: Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:

( إِذَا جِئْتُمْ إِلَى الصَّلَاةِ وَنَحْنُ سُجُودٌ فَاسْجُدُوا وَلَا تَعُدُّوهَا شَيْئًا وَمَنْ أَدْرَكَ الرَّكْعَةَ فَقَدْ أَدْرَكَ الصَّلَاةَ)

"Jika kalian datang untuk menunaikan shalat, sedangkan kami dalam keadaan sujud, maka ikutlah bersujud, dan janganlah kalian menghitungnya satu raka'at, dan barangsiapa mendapatkan ruku', berarti dia telah mendapatkan shalat (satu raka'at -pent)." Hadits riwayat Abu Dawud, 893; dihasankan oleh al-Albaani dalam Sahih Abi Dawud.

Telah diriwayatkan bahwa Abu Qataadah (radhiyallahu ‘anhu) berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:

(إِذَا أَتَيْتُمْ الصَّلَاةَ فَعَلَيْكُمْ بِالسَّكِينَةِ فَمَا أَدْرَكْتُمْ فَصَلُّوا وَمَا فَاتَكُمْ فَأَتِمُّوا )

“Jika kalian mendatangi shalat maka datanglah dengan tenang, apa yang kalian dapatkan dari shalat maka ikutilah, dan apa yang kalian tertinggal maka sempurnakanlah." HR Al-Bukhari, 635.

Al-Haafiz Ibn Hajar (rahimahullah) mengatakan di dalam Fathull-Bari, 1/118: Kutipan ini sebagai bukti bahwa disunnahkan untuk mengikuti imam apapun posisi imam yang dia temukan.” Selasai kutipan.

Telah diriwayatkan bahwa Mu’adz ibn Jabal berkatad: Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:

(إِذَا أَتَى أَحَدُكُمْ الصَّلَاةَ وَالْإِمَامُ عَلَى حَالٍ فَلْيَصْنَعْ كَمَا يَصْنَعُ الْإِمَامُ )

"Jika seseorang diantara kalian pergi ke masjid untuk shalat berjama'ah lalu kalian mendapati imam sedang melakukan suatu gerakan dalam shalat, hendaknya ia langsung mengikuti gerakan imam." HR Al-Tirmizi, 591; dinyatakan sahih oleh Al-Albani dalam Sahih Al-Tirmizi.

Inilah Sunnah yang berkaitan dengan seseorang yang masuk masjid dan mendapati imam sedang shalat, berdasarkan bukti-bukti yang telah disebutkan.

Ibn Hazm (rahimahullah) meriwayatkan bahwa ulama berijma’ (bersepakat) dalam hal ini. Dia mengatakan di dalam Maraatib al-Ijmaa’ (hal. 25): Mereka berkata: Jika seseorang datang dan imam telah melakukan shalat beberapa rakaat baik sedikit ataupun banyak dan tidak tersisa kecuali salam, dia mesti mengikuti imam dan melakukan hal yang sama sebagaimana yang imam lakukan, kecuali dia memutuskan untuk mendapatkan (shalat) jamaah di masjid lain. Selesai kutipan.

Ibn Qudaamah berkata dalam Al-Mughni (2/184):

Disunnahkan bagi seseorang yang mendapatkan imam dalam posisi apapun untuk mengikutinya, walaupun (rakaat) itu tidak akan dihitung baginya. Selanjutnya beliau mengutip beberapa hadits seperti yang disampaikan di atas. Selanjutnya beliau mengatakan: Inilah yang seharusnya dilakukan menurut ulama, yang mengatakan: Jika seorang laki-laki datang dan imam sedang sujud, maka ia sujud tapi rakaat tersebut tidak dihitung baginya. Sebagian dari mereka mengatakan: mungkin pada saat dia mengangkat kepalanya, dia akan diampuni. Selesai kutipan.

Ada beberapa orang, ketika mereka masuk masjid dan mendapati imam sedang sujud atau duduk antara dua sujud, mereka tidak mengikuti imam sampai imam berdiri untuk rakaat kedua atau sampai mereka tahu imam membaca tasyahhud, lalu mereka duduk bersama imam. Orang seperti ini menghalangi dirinya sendiri dari mendapat pahala sujud, dan juga bertentangan dengan dalil-dalil yang telah disampaikan di atas.

Disebutkan di dalam Tuhfat al-Ahwadhi (2/199): Kerjakan seperti yang Imam kerjakan, yaitu, Ikutilah imam apakah dia berdiri, rukuk atau yang lainnya. Dia tidak harus menunggu imam berdiri seperti yang dilakukan kebanyakan orang. Selesai kutipan.

Lihat: Ahkaam Hudoor al-Masaajid, hal. 138-139, oleh Shaikh ‘Abdullah bin Salih al-Fawzan.

Para ulama dari Al Lajnah Da’imah (Komite Tetap yang Bertanggungjawab Mengeluarkan Fatwa) ditanya tentang seseorang yang masuk masjid ketika imam pada rakaat terakhir. Apakah dia mengikuti jamaah tersebut atau menunggu sampai mereka selesai?

Mereka menjawab:

Apa yang dianjurkan dalam situasi Anda adalah bergabung dengan mereka. Apa pun yang Anda dapatkan, shalat bersama mereka, dan apa pun yang Anda lewatkan, sempurnkanlah. Jika Anda bergabung dengan mereka setelah mereka berdiri dari rukuk di rakaat terakhir, maka bergabunglah dengan mereka dan sempurnakan (shalat) rakaat yang tertinggal setelah imam mengucapkan salam. Selanjutnya mereka mengutip dalil-dalil dari haditis yang disebutkan di atas.

(Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz, Abdul Razzaq ‘Afifi, Abdullah bin Qa’ud, ‘Abdullah bin Ghadyan.)

Para ulama dari Al Lajnah Da’imah (Komite Tetap yang Bertanggungjawab Mengeluarkan Fatwa) juga ditanya: Manakah yang lebih baik apabila seseorang memasuki masjid dan imam sedang membaca tasyahhud akhir - haruskah dia bergabung dengannya dalam tasyahhud atau lebih baik menunggu beberapa orang lain datang sehingga mereka dapat shalat bersama?

Mereka menjawab:

Lebih baik baginya untuk bergabung dengan imam, karena makna umum hadits: "Apa pun yang Anda dapatkan, shalatlah, dan apa pun yang Anda lewatkan, sempurnakanlah."

(Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz, Abdul Razzaq ‘Afifi, Abdullah bin Qa’ud)

Fataawa al-Lajnah al-Daa’imah, 7/312-323. 

Wallahu Ta'ala A'lam

Selasa, 23 April 2019

Selasa, April 23, 2019

Jihad Menghadapi Kaum Munafik



Pertanyaan

Orang-orang munafik terus mengintai dari waktu ke waktu, (mereka akan menyerang –pent) kapan saja mereka punya kesempatan untuk menyerang keyakinan dasar (Islam) serta ibadah (kaum muslimin), atau menyebarkan keragu-raguan terhadap ajaran-ajaran pokok (Islam), atau melecehkan identitas ummat Islam. Apa yang harus kita lakukan terhadap mereka, dan bagaimana kita bisa melindungi umat dari kejahatan mereka?

Jawab


Alhamdulillah

Tidak diragukan lagi ini adalah masalah dimana ummat mendapatkan ujian dari waktu ke waktu, terutama ketika dihadapkan dengan cobaan dan kesusahan, dan orang-orang munafik ini merasa aman bahwa mereka tidak akan dihukum jika mereka menyerang pondasi-pondasi agama ini (Islam) dan mencoba untuk menyebarkan perpecahan dan kerusakan.

Tidak diragukan lagi kerusakan yang dilakukan orang-orang ini lebih besar daripada yang disebabkan oleh orang-orang kafir yang kekufurannya jelas, seperti firman Allah:

هُمُ الْعَدُوُّ فَاحْذَرْهُمْ قَاتَلَهُمُ اللَّهُ أَنَّى يُؤْفَكُونَ

Mereka itulah musuh (yang sebenarnya) maka waspadalah terhadap mereka; semoga Allah membinasakan mereka. Bagaimanakah mereka sampai dipalingkan (dari kebenaran)? [al-Munafiqun 63:4] 
Karena itu, maka (kita) disuruh untuk mengobarkan jihad melawan mereka dan memperlakukan mereka dengan sikap keras.

Syaikul al-Islam Ibnu Taimiyyah (semoga Allah merahmatinya) berkata mengenai Nusayri, di antaranya beberapa orang yang menampakkan kekufuran dan ajaran sesat mereka secara terbuka dan yang lainnya yang bersikap munafik (seolah-olah) mencintai Ahlul Bait:

Tidak diragukan lagi melakukan jihad melawan orang-orang ini dan melaksanakan hukuman hadd terhadap mereka adalah salah satu ketaatan terbesar dan kewajiban yang paling penting. Hal itu lebih baik daripada melakukan jihad melawan orang-orang musyrikin dan orang-orang dari golongan ahli kitab yang tidak memerangi Muslim, karena melakukan jihad melawan mereka sama halnya seperti melancarkan jihad melawan para murtad. Abu Bakar as-Siddiq dan semua sahabat memulai dengan berjihad melawan para murtad sebelum mereka melakukan jihad melawan orang-orang kafir dari golongan ahli Kitab, karena jihad melawan mereka (para murtad) adalah sarana untuk melindungi tanah yang sudah di bawah kekuasaan Muslim, dan untuk menghalangi siapa pun yang ingin murtad. Jihad melawan musyrikin dan ahli kitab yang tidak memerangi kita adalah perwujudan tambahan dari kekuatan agama ini. Melindungi apa yang sudah dimiliki lebih diutamakan daripada mencari keuntungan.

Terlebih lagi bahaya yang ditimbulkan oleh orang-orang ini (orang-orang munafik) kepada kaum Muslimin lebih besar daripada yang disebabkan oleh yang orang (kafir), bahkan kerugian mereka sama seperti yang disebabkan oleh musyrikin dan orang-orang dari golongan ahli kitab yang memerangi kaum Muslim. Kerusakan yang mereka lakukan terhadap keyakinan agama banyak orang lebih buruk daripada kerusakan yang dilakukan oleh orang-orang musyrik dan orang-orang dari golongan ahli kitab yang mengobarkan perang pada kita. Setiap Muslim harus melakukan sebanyak mungkin yang ia bisa lakukan. Tidak diperbolehkan bagi siapa pun untuk tetap diam tentang apa pun yang dia ketahui tentang mereka, melainkan dia harus menjelaskannya sehingga umat Islam akan tahu siapa mereka sebenarnya. Tidak diperbolehkan bagi siapa pun untuk membantu mereka tetap berada di antara pasukan dan pegawai pemerintah, atau bagi siapa pun untuk tetap diam dan menahan diri untuk tidak melawan mereka sebagaimana yang diperintahkan oleh Allah dan Rasul-Nya. Tidak diperbolehkan bagi siapa pun untuk berbicara menentang melaksanakan apa yang diperintahkan Allah dan Rasul-Nya. Ini adalah salah satu jenis terbesar dari amar ma’ruf nahi mungkar, dan berjuang dalam jihad demi Allah. Allah berfirman kepada Nabi-Nya (Shallallahu ‘alaihi wasalllam):

يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ جَاهِدِ الْكُفَّارَ وَالْمُنَافِقِينَ وَاغْلُظْ عَلَيْهِمْ

“Hai Nabi! Berjihadlah melawan orang-orang kafir dan orang-orang munafik itu, dan bersikap keraslah terhadap mereka.” [al-Taubah 9:73].
Orang-orang ini termasuk dalam kalimat ini "orang-orang kafir dan orang-orang munafik".

Orang yang membantu menghentikan kejahatan mereka dan membimbing mereka semampu yang ia bisa lakukan akan memperoleh pahala yang hanya Allah yang mengetahuinya, karena tujuan utamanya adalah untuk membimbing mereka seperti firman Allah:

كُنْتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ

“Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia” [Ali ‘Imran 3:110]

Kata Abu Hurairah: Sebaik-baik manusia untuk manusia, adalah kalian yang membawa mereka dengan rantai, hingga mereka masuk Islam. (HR; Bukhaari, 4557). 

Tujuan jihad dan amar ma’ruf nahi mungkar adalah untuk membimbing orang sebaik mungkin kepada apa yang terbaik bagi mereka di dunia ini dan di akhirat, maka siapapun yang dibimbing oleh Allah akan menemukan kebahagiaan di dunia ini dan di akhirat, dan siapapun yang Dia sesatkan, maka kejahatannya akan membuatnya merugi.

Majmu’ Fatwa, 35/159-160

Shaikh ‘Abdul Aziz bin Baz (rahimahullah) berkata: Umat ​​Muslim harus membalas dengan baik (setimpal – pent) ketika diserang. Jadi berkenaan dengan mereka yang memerangi Islam dengan ide dan kata-kata, kita harus menjelaskan kebohongan yang mereka katakan dengan menggunakan bukti yang rasional dan juga bukti syar'i, sehingga tampak jelas kebohongan mereka itu.

Berkenaan dengan mereka yang memerangi Islam dengan cara ekonomi, kita harus mengusir mereka dan menyerang mereka jika mungkin, dengan menggunakan cara yang sama dengan yang mereka gunakan untuk menyerang Islam. Kita harus menjelaskan bahwa cara terbaik untuk memperkuat ekonomi dengan cara yang adil adalah dengan cara Islami.

Berkenaan dengan mereka yang menyerang Islam dengan senjata, kita harus melawan mereka dengan cara yang sama. Oleh karena itu, Allaah berfirman:

يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ جَاهِدِ الْكُفَّارَ وَالْمُنَافِقِينَ وَاغْلُظْ عَلَيْهِمْ وَمَأْوَاهُمْ جَهَنَّمُ وَبِئْسَ الْمَصِيرُ

“Hai Nabi! Berjihadlah melawan orang-orang kafir dan orang-orang munafik itu, dan bersikap keraslah terhadap mereka. Tempat mereka ialah Jahannam.Dan itulah tempat kembali yang seburuk-buruknya” [al-Taubah 9:73]

Sudah diketahui bahwa jihad melawan orang-orang munafik tidak seperti jihad melawan orang kafir, karena jihad melawan orang-orang munafik dilawan dengan pengetahuan dan argumen, sementara jihad melawan orang-orang kafir dilawan dengan pedang dan panah.

Fatwa ‘Ulama’ al-Balad al-Haraam, hlm. 1733.

Diterjemahkan oleh Abu Dihya Muhammad dari:
Selasa, April 23, 2019

Bantahan terhadap Syiah 3: "Apakah kalian rela makam seorang kafir berada dekat makam orang tercintamu"





Syiah dan Sunni tidak berselisih bahwa manusia terbaik yang pernah ada di dunia ini adalah Muhammad dan bahwa Ali Radhiyallahu ‘anhu tidak akan ragu untuk mengorbankan jiwanya untuk membela Rasulullah dari gangguan bahkan dari setiap upaya menyerang kehormatan Rasulullah atau merendahkan kemuliaan beliau.

Menurut keyakinan Syiah, Abu Bakar dan Umar merupakan kafir yang paling keji yang telah merampas Imamah dari Ali, mengubah ajaran Islam dan menyembunyikan Al Qu’ran; dan Syiah percaya bahwa kedua sahabat ini adalah munafik dan meninggal sebagai kafir.
Jika kita tanyakan pada Syiah dimana Abu Bakar dan Umar dimakamkan? Jelas Syiah akan menjawab di sisi makam Rasulullah di dalam ruangan yang sama. Wahai Syiah yang cerdas, beginikah cara Allah memberi penghargaan dan memuliakan Nabi dengan menempatkan makam kafir yang sangat tercela dan keji disebelahnya?

Coba kita tanya Syiah apakah kalian mengizinkan dan menyetujui untuk memakamkan seorang kafir di sisi makam orang yang sangat kalian cintai? Lalu mengapa ketika Abu Bakar meninggal dan dibawa untuk dimakamkan di sisi makam Nabi    , Ali Radhiyallahu ‘anhu tidak menunjukkan keberatannya. Bahkan ketika Umar Radhiyallahu ‘anhu meninggal, hampir 13 tahun setelah Rasulullah meninggal, dan juga dibawa untuk dimakamkan di ruangan yang sama dengan Nabi dan Abu Bakar Radhiyallahu ‘anhu, sedangkan Ali dan putra-putranya yang sudah dewasa Al Hasan dan Al Husain Radhiyallahu ‘anhum tidak menunjukkan ketidaksenangannya dengan hal ini.

Begitu juga ketika Ali menjadi khalifah, bagaimana mungkin seorang Imam umat Islam dan pemimpin yang ditaati tidak membersihkan makam Nabi dari dua orang kafir yang tercela ini yang dimakamkan di sisi makam Nabi . Bahkan Ali dan putra-putranya membiarkan mereka di tempat pemakaman yang sama dengan Nabi .

Apa artinya ini wahai Syiah yang cerdas? Hal ini jelas merupakan sesuatu yang sangat membingungkan dan sangat bertolak belakang; apakah hal ini masuk akal menurut kalian?
Tapi kami Sunni sangat yakin dan percaya bahwa alasan Ali dan putra-putranya Radhiyallahu ‘anhum tidak melakukan tindakan itu adalah karena mereka mencintai dan menghormati dua sahabat yang mulia ini yang merupakan sahabat tercinta dan terdekat Nabi ketika beliau hidup; dan mereka tahu bahwa mereka pantas menjadi sahabat beliau bahkan juga di ketika dikubur.

Gunakan akal sehat kalian wahai Syiah. Dan selamatkan diri kalian sebelum tertutup jalan kembali. Allah telah memberikan kecerdasan supaya digunakan dan membandingkan antara yang masuk akal dan tidak; maka gunakanlah akal kalian.

Semoga Allah membimbing kita dan Syiah pada kebenaran.
Segala puji bagi Allah dan Semoga berkah dan rahmat Allah tercurah pada Nabi , keluarganya dan sahabat-sahabatnya.

Saksikan juga videonya di link berikut ini:

Senin, 15 April 2019

Senin, April 15, 2019

Kesyirikan pada Batu Akik, Sabuk dengan Rajah, dan Qur’an Stambul

Ketika akik diyakini memiliki daya magis, atau telah diisi dengan amalan-amatan mantera oleh dukun (atau oleh dukun yang bernama kyai bersorban) hingga akik tersebut diyakini berkekuatan magis. Maka orang masih berkelit dengan argumen-argumen; "Bahwa sumber kekuatan sebenarnya adalah Allah, sedangkan akik tersebut hanya wasilah raja." Karenanya orang beranggapan tidak syirik.
Terlebih lagi yang menjadi pialang akik-akik tersebut adalah orang-orang yang dianggap ulama atau ahli agama. Sehingga sempurnalah selubung syubhat yang menutupi kemusyrikan tersebut. 

Begitu pula sabuk yang telah diisi dengan rajah-rajah, hijib-hijib atau mantera-mantera. Pelaku atau pemiliknya adalah pelaku kemusyrikan. Dan pengisi sabuk tersebut adalah dukun yang harus dijauhi, sekalipun berkedok orang yang bersorban. 

Tidak berbeda pula dengan Qur'an stambul, sebuah Qur'an (yang biasanya) berukuran kecil mungil dan huruf-hurufnya tidak terbaca kecuali (barangkali) dengan kaca pembesar. Buku yang dibikin menyerupai al-Qur'an dalam ukuran terlalu kecil ini diyakini bisa menolong pemiliknya dari marabahaya. Kadang-kadang digantungkan di leher atau di pinggang anak-anak. 

Mungkin benda yang meyerupai al-Qur'an itu sengaja dibuat oleh WALI-WALI SETAN untuk mengelabuhi manusia supaya mudah terjerumus dalam kemusyrikan. Orang akan berdalih: "Bukankah ini Qur'an? dan bukankah alQur'an merupakan obat?" Nah al-Qur'an sebagai obat disalah artikan maknanya untuk kepentingan jimat. Dan itu adalah syirik. 

Tamimah yaitu tulang, benang atau lainnya yang dikalungkan di leher anak-anak atau lainnya untuk menangkal atau menolak 'ain (pandangan mata). Perbuatan tersebut tidak memberi manfaat kepada orang yang mengalungkannya, juga tidak terhadap orang yang dikalungi, bahkan ia adalah di antara perbuatan orang-orang musyrik. (lihat: Minhaj Firqoh Najiyah oleh Syaikh Muhammad Jamil Zainu Rahimahullah hlm 168)

Dalam sebuah hadits riwayat Ahmad, Rasulullah bersabda: 

مَنْ عَلَّقَ تَمِيمَةً فَقَدْ أَشْرَكَ

“Barangsiapa yang menggantungkan tamimah (jimat), maka ia telah berbuat syirik” (HR. Ahmad 4: 156. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa sanad hadits ini qowiy atau kuat. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih sebagaimana dalam As Silsilah Ash Shohihah no. 492).

Tamimah, menurut al-Mundziri artinya untaian kalung yang dipakai guna mengusir penyakit. (Keyakinan terhadap tamimah) ini adalah kejahilan dan kesesatan. Sebab tidak ada sesuatupun yang dapat menghalangi atau menolak apapun kecuali Allah.

Berdasarkan hadits ini, memakai Tamimah atau kalung apa saja untuk tujuan perlindungan diri dari ganguan setan, ganguan roh jahat, penyembuhan penyakit atau tolak bala', adalah termasuk syirik yang harus diberantas.

Wallahu Ta’ala A’lam. 
Senin, April 15, 2019

Bantahan Bagi Pemuja Kubur



Salah satu bentuk kesyirikan adalah meminta (baca: berdoa) berbagai kebutuhan kepada orang yang sudah mati dan beristighotsah kepadanya. Ini adalah sumber bertebarnya syirik di dunia. Padahal, orang yang sudah mati sudah terputus amalnya dan tidak menguasai bagi dirinya sendiri kemanfaatan maupun bahaya apalagi untuk orang yang beristighotsah atau meminta syafa'at kepadanya (lihat ad-Durr an-Nadhidh 'ala Abwab at-Tauhid, hlm. 121).

Orang-orang musyrik masa silam berdoa kepada para malaikat agar memberikan syafa'at bagi mereka di sisi Allah. Syaikh Sulaiman bin 'Abdullah rahimahullah mengatakan, “Apabila mengangkat para malaikat sebagai pemberi syafa'at tandingan selain Allah adalah kesyirikan, maka bagaimanakah lagi dengan perbuatan orang yang menjadikan orang-orang yang sudah mati -sebagai pemberi syafa'at- sebagaimana yang dilakukan oleh para pemuja kubur?!” (lihat Taisir al-'Aziz al-Hamid [1/517]).

Syafa'at adalah milik Allah, bukan milik para malaikat, nabi atau wali. Allah ta'ala berfirman (yang artinya), “Katakanlah: Milik Allah semua syafa'at itu.” (az-Zumar: 44). Oleh sebab itu tidak boleh meminta syafa'at kecuali kepada Allah. Tidak ada yang bisa memberikan syafa'at kecuali dengan izin Allah, karena syafa'at adalah milik-Nya.

Wallahu Ta’ala A’lam

Lihat juga video di link berikut:

Sabtu, 13 April 2019

Sabtu, April 13, 2019

Dalil yang mengharamkan rokok


1. Secara umum merokok dan dampak rokok adalah buruk, buat si perokok, orang-orang terdekatnya misalnya istri-istri dan anak-anak, orangtuanya dll.

{ يَأْمُرُهُم بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَاهُمْ عَنِ الْمُنكَرِ وَيُحِلُّ لَهُمُ الطَّيِّبَاتِ وَيُحَرِّمُ عَلَيْهِمُ الْخَبَائِثَ } [الأعراف : 157]

Yang menyuruh mereka mengerjakan yang ma'ruf dan melarang mereka dari mengerjakan yang mungkar dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk (Al Qur'an, Al A'raf: 157)

2. Mengganggu orang di sekitar (perokok pasif)

{وَالَّذِينَ يُؤْذُونَ الْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ بِغَيْرِ مَا اكْتَسَبُوا فَقَدِ احْتَمَلُوا بُهْتَانًا وَإِثْمًا مُّبِينًا} [الأحزاب : 58]

Dan orang-orang yang menyakiti orang-orang yang mukmin dan mukminat tanpa kesalahan yang mereka perbuat, maka sesungguhnya mereka telah memikul kebohongan dan dosa yang nyata. (Al Qur'an, Al Ahzab: 58)

عن ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا ضَرَرَ وَلَا ضِرَار

Dari Ibnu Abbas ia berkata, "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Tidak boleh berbuat madlarat dan hal yang menimbulkan madlarat." [HR Ibnu Majah: 2341]

3. Mendatangkan banyak penyakit dan sumber berbagai penyakit, membinasakan diri sendiri (sudah jadi kesepakatan banyak ahli dan dokter)

{وَأَنفِقُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَلَا تُلْقُوا بِأَيْدِيكُمْ إِلَى التَّهْلُكَةِ ۛ وَأَحْسِنُوا ۛ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ} [البقرة : 195]

Dan belanjakanlah (harta bendamu) di jalan Allah, dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah, karena sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik. (Al Qur'an, Al Baqarah: 195)

4. Merokok merupakan suatu bentuk pemborosan, mubazir

{وَآتِ ذَا الْقُرْبَىٰ حَقَّهُ وَالْمِسْكِينَ وَابْنَ السَّبِيلِ وَلَا تُبَذِّرْ تَبْذِيرًا} [الإسراء : 26]

{إِنَّ الْمُبَذِّرِينَ كَانُوا إِخْوَانَ الشَّيَاطِينِ ۖ وَكَانَ الشَّيْطَانُ لِرَبِّهِ كَفُورًا} [الإسراء : 27]

( 26 )   Dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat akan haknya, kepada orang miskin dan orang yang dalam perjalanan dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros.

( 27 )   Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara syaitan dan syaitan itu adalah sangat ingkar kepada Tuhan nya. (Al Qur'an, Al Israa: 26 - 27)

Wallahu Ta’ala A’lam

Jumat, 12 April 2019

Jumat, April 12, 2019

O Syi'ah yang Cerdas: "Apakah kalian menikahkan putri-putri kalian dengan musuh kalian yang keji"



Syiah percaya bahwa kekhalifahan merupakan posisi tertinggi yang ditentukan Allah untuk Ali Radhiyallahu ‘anhu, dan Abu Bakar, Umar dan Utsman Radhiyallahu ‘anhum merupakan pemberontak yang mengambil dengan paksa dari Ali Radhiyallahu ‘anhu posisi penting ini. Itulah kenapa Syiah menuduh khalifah-khalifah ini dan para sahabat sebagai pemberontak dan mencaci maki mereka siang dan malam.

Tapi kenyataan dan melalui sejarah kita ketahui kebalikan dari klaim tersebut; bahkan di dalam buku-buku syiah sendiri. Kita ketahui bahwa keluarga Rasulullah dan para sahabat merupakan keluarga dengan ikatan pernikahan yang kuat; dan kita punya banyak contoh pernikahan antara keluarga Rasulullah dan para sahabat Radhiyallahu ‘anhum.

Sebaliknya , kita tidak menemukan adanya catatan dimana salah seorang dari Imam-Imam (Ali dan putra-putranya Radhiyallahu ‘anhum) menikahkan putri-putri mereka dengan Syiah ataupun mereka  menikahi putri-putri mereka yang mengakui diri mereka Syiah.

Kitab-kitab Syiah menghormati murid-murid yang sangat dekat dengan para Imam seperti Zurarah, Jabir AlJuafi dan yang lainnya yang menyampaikan ratusan riwayat dari Muhammad Al-Baqir (Imam ke-5 Syiah) atau Jafar As Sadiq (Imam ke-6 Syiah); jadi kenapa kita tidak menemukan imam-imam tersebut menikahkan putri-putri mereka kepada pengikut-pengikut yang tulus dan serius tersebut; melainkan kita dapati mereka memilih menikahkan putri-putri mereka kepada para sahabat dan anak-anak para sahabat. Kenapa demikian?

Ya, ini karena mereka semua memiliki kesamaan iman dan mereka berada di atas Sunnah sama seperti Abu Bakar, Umar, Utsman dan sahabat-sahabat yang lainnya Radhiyallahu ‘anhum.
Oh Syiah yang cerdas, jika kalian tetap menganggap bahwa para sahabat adalah pembangkang dan pengkhianat, silakan  perhatikan baik-baik dan dengarkan dengan sungguh-sungguh apa yang akan saya sampaikan.

Putrimu tercinta adalah permata hatimu, apakah kamu menyerahkan atau menikahkannya pada seorang kafir atau pembunuh ibunya dan saudaranya?! Dan kamu terima memiliki seorang kafir sebagai bagian keluargamu? Akankah kamu menikahkan putrimu sendiri pada seorang kafir dan beralasan dengan mengatakan bahwa saya melakukan itu dalam rangka “Takiyah”, Saya tidak punya pilihan atau saya sangat lemah!!

Coba yakinkan kami, bagaimana kalian menjelaskan pernikahan Umar bin Khattab, Khalifah ke-2 dan musuh keji bagi Syiah, yang menikahi Ummu Kaltsum putri Ali dan Fatimah yang juga saudari dari Al-Hasan dan Al-Husein Radhiyallahu’anhum? Ketika Umar datang kepada Ali dan meminta untuk menikahi putrinya, Ali bersedia menerima pernikahan tersebut! Dan pernikahan ini diakui dalam kitab-kitab Syiah dan Sunni.

Catat, bahwa Umar punya dua orang anak , Zaid dan Ruqahiah dari Ummu Kaltsum putri Ali dan Fatimah Radhiyallahu anhuma. Demi Allah, sadar dan logislah wahai Syiah yang cerdas.
Oleh sebab itu Syiah mencoba memalsukan cerita tentang pernikahan ini. Alkulani menyebutkan dalam kitabnya “AlKafi 5/336” – dimana buku ini merupakan sumber pokok Syiah-, mengenai pernikahan Umar dengan Ummu Kaltsum, maka Jafar As-Sadiq Radhiyallahu’anhu mengatakan : ذلك فرج غصبناه
“ Ini merupakan farji (bagian tubuh wanita – red) yang diambil dengan paksa dari kami”!!
Apakah masuk akal bahwa putri Ali Radhiyallahu’anhu diambil dengan paksa dan dia tidak bertidak untuk mempertahankannya?! Seorang laki-laki, yang merupakan contoh teladan yang kuat dan berani, berdiri tak berdaya dan menyerahkan putrinya kepada musuhnya yang jahat yang juga merupakan pembunuh ibunya – seperti yang diklaim Syiah!

Wahai Syiah!!, Apakah hukumnya menikahkan seorang wanita muslim dengan seorang Kafir? Beginikah kalian menggambarkan segala kelemahan pada Ali Radhiyallahu’anhu? Sedangkan kita mengetahui bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mengatakan Barangsiapa terbunuh karena mempertahankan keluarganya, maka ia Syahid.

Dan kalian mengklaim bahwa imam-imam kalian mengatur dan mengontrol segala sesuatu di alam semesta ini; dan menyematkan pada mereka pensifatan-pensifatan yang sama dengan sifat-sifat Allah. Jadi, kenapa sifat-sifat yang agung dan kemampuan yang luar biasa ini tidak mampu mempertahankan permata hati mereka.?! Apakah manusia biasa akan menikmati hidupnya sementara putri tercintanya diambil dengan paksa?!  Dengan begini kalian telah menganggap Ali Radhiyallahu’anhu, seorang panutan yang berani, sebagai seorang yang lemah, pengecut dan orang yang tidak punya kekuatan yang tidak mampu bahkan untuk menolak sekalipun dengan ucapan pelanggaran ini!! Sementara kalian menyebutkan dalam kitab-kitab hikayat kalian bahwa Umar takut terhadap Ali Radhiyallahu’anhu; dan Ali Radhiyallahu’anhu sangat kuat, bahwa suatu ketika Ali menghentakkan kakinya ke tanah dan bumi berguncang “Tafsir Al Burhan p. 74”; dalam buku “Iyuun Akhbar Arrida” Ibnu Babawaih AlKummi mengatakan bahwa Ali Radhiyallahu’anhu berkelahi dengan Iblis dan mengalahkannya (Iblis tsb – red) dengan kekuatannya yang luar biasa! Dan saya tidak tahu bagaimana kalian menjelaskan kontradiksi ini.

Dan apabila pernikahan Ummu Kaltsum dan Umar Radhiyallahu’anhum tidak cukup untuk meyakinkan, maka saya akan memaparkan pernikahan-pernikahan lainnya antara keluarga Rasulullah Shallallahu “Alaihi wa Sallam dengan para sahabat,  yang Syiah sebut murtad.
Pertama, kita mulai dengan kepala keluarga; Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi waSallam. Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi waSallam karena cintanya pada sahabat-sahabat terdekatnya dan mengokohkan hubungan dengan mereka, Beliau Shalallahu ‘Alaihi waSallam menikahi putri-putri Abu Bakar dan Umar Radhiyallahu’anhuma; Beliau Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi waSallam menikahi ‘Aisyah dan Hafsah Radhiyallahu’anhuma; dan menikahkan putri-putri beliau Ruqayah dan Ummu Kultsum to Ustman Radhiyallahu’anhu. Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi waSallam meninggal sedangkan beliau ridha pada mereka semua.

Sekarang katakan pada saya, bagaimana kalian menjelaskan hal ini? Dan jangan katakan pada saya bahwa Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi waSallam tidak tahu bahwa mereka akan menjadi kafir dan Allah Azza WaJalla tidak memberitahu beliau. Karena kita mendapati dalam penjelasan kitab-kitab Syiah menjelaskan bahwa imam-imam mengetahui bahkan apa yang akan terjadi di masa depan; sehingga menurut akidah Syiah Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi waSallam berhak tahu lebih banyak.

Kedua, putri-putri Ali Radhiyallahu’anhu; kita punya contoh lain disamping Ummu Kaltsum yang menikah dengan Umar Radhiyallahu’anhu; ada Ramlah binti Ali yang menikah dengan Muawiyah bin Marwan bin Al Hakam dari Bani Umayah. Ingat oh Syiah, kalian telah mencela Utsman karena menunjuk Marwan bin Al Hakam sebagai pemimpin pada salah satu Provinsi dalam kekuasaan Islam dan kita mendapati bahwa bahwa Ali Radhiyallahu’anhu menikahkan putrinya kepada anak Marwan. Sekarang bagaimana kalian menjelaskan ini?

Dan catat Ali Radhiyallahu’anhu mempunyai 20 orang putrid an 19 orang putra dan tidak satupun dari mereka menikahi Syiah. Apa artinya ini buat kami, Oh Syiah yang cerdas.

Ketiga, Al Hasan bin Ali Radhiyallahu’anhum, imam ke-2 Syiah, menikahi putri Talhah bin Ubaidillah Radhiyallahu’anhu.
Dua cucu perempuan dari putranya Umar yaitu:
1. Zainab menikah dengan Al Waleed bin Abdul Malik bin Marwan dari bani Umayah
2. Dan Ummu Al Kasim menikah dengan cucu Utsman bin Afaan, dan namanya yaitu Marwan bin Abaan bin Utsman yang juga dari bani Umayah.

Keempat, Al Husein bin Ali Radhiyallahu’anhum, Imam ke-3 Syiah menikahkan 2 orang putrinya kepada cucu Utsman bin Afaan,
1. Sukiynah menikah dengan Zayid bin Amr bin Utsman bin Afaan
2. Dan Fatimah menikah dengan saudaranya (saudara dari Zayid bin Amr bin Utsman bin Affaan-red) yaitu Abdullah bin Amr bin Utsman bin Afaan.

Dan ini adalah sedikit contoh kuatnya hubungan antara keluarga Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi waSallam dan para sahabat yang mengingkari klaim Syiah mengenai para sahabat.
Ikatan pernikahan yang kuat ini hanya bisa terjadi antara dua pihak yang saling mencintai, hormat dan berkasih sayang satu sama lain. Dan kisah-kisah yang dipalsukan Syiah untuk mengingkari hubungan pernikahan tersebut terbantahkan dengan jelas oleh sejarah bahkan kitab-kitab Syiah sendiri.

Dan catat bahwa Ali dan putra-putranya  Radhiyallahu’anhum setia bersama dan mendukung khalifah hampir 25 tahun selama kepemimpinan Abu Bakar, Umar dan Utsman bahkan setelah khalifah-khalifah ini meninggal; inilah mengapa mereka tetap menamai anak-anak mereka dengan nama-nama khalifah-khalifah tersebut.

Wahai Syiah!! Selamatkan diri kalian dari penyimpangan ini sebelum tiada lagi kesempatan kembali (bertobat).

Semoga Allah Azza waJalla membimbing kita dan Syiah pada kebenaran.
Segala puji kepada Allah dan Semoga berkah dan rahmat Allah tercurah pada Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi waSallam, keluarganya dan para sahabatnya.

Videonya dapat dilihat di link berikut: