TITIAN SALAF

"Syiarkan Sunnah, Kikis Bid'ah". Mencukupkan Diri Dengan Al Qur'an dan Sunnah Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam Dengan Mengikuti Pemahaman Generasi Terbaik Para Sahabat Radhiyallahu’anhum

Breaking

Sabtu, 14 Desember 2019

Sabtu, Desember 14, 2019

Meminjam (Gadai) Pada Bank Yang Berurusan Dengan Bunga Untuk Membeli Rumah. Boleh?


Tanya:

Apakah diperbolehkan mengambil pinjaman (Gadai) dari bank yang berurusan dengan bunga (riba-pen) untuk membeli rumah? Semoga Allah Subhanahu Wa Ta'ala membalas kebaikan Anda

Jawab:

Sekalipun Anda sangat membutuhkan makan, misal sepotong roti untuk menyelamatkan diri dari kematian, jangan meminjam apa pun dari bank (riba-pen), apalagi hanya untuk membeli rumah atau mobil. Ketika seseorang berada dalam situasi yang terdesak dipaksa oleh keadaan (kelaparan parah) Allah telah membuat halal untuknya al-Maitah (bangkai), dan daging babi, dan apa yang terbunuh karena pukulan keras atau terjatuh; namun Riba (bunga) tidak diizinkan untukmu, riba itu sangat berbahaya, sangat berbahaya. Jadi jangan berurusan dengan riba dan bersabarlah; karena Allah Yang MahaSempurna dan Mahatinggi berfirman:
"Barang siapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar. Dan memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. Dan barang siapa yang bertawakal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya." (Q.S Ath-Thalaq 2-3)

Jadi berurusan dengan riba adalah dosa besar, hal yang berbahaya dan orang yang membolehkannya (riba-pen) telah kafir. Karena itu jika Anda membutuhkan rumah maka bersabarlah sampai Allah menyediakannya untukmu, mohonlah pertolongan pada Allah dan tempuh jalan yang memungkinkan (dihalalkan-pen) sampai Allah membuka jalan bagi Anda untuk mendapatkan rumah. Dengan demikian entah itu  Anda hidup atau mati Anda  terbebas dari berperang melawan Allah. Karena Muraabi (orang yang berurusan dengan riba) sedang berperang dengan Allah - dan kita memohon perlindungan Allah - sebagaimana Allah Yang MahaSempurna dan Mahatinggi berfirman:
"Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), maka ketahuilah, bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu. Dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya". (Q.S Al-Baqarah 279)

Dia (Allah) menyatakan perang terhadap para pelaku riba  dan "Rasululllah (Shallallahu Alayhi Wa sallam) melaknat pengambil riba, orang yang membayarnya, orang yang mencatatnya, dan yang menjadi saksi (transaksi riba-pen)."

[HR. Muslim (11/36 no.1598 - Nawawi) dari hadits Jaabir radiallaahu 'anhu]

Apa yang kamu inginkan setelah dapat laknat?! Apakah rumah akan membantumu ketika Anda berada di depan pintu neraka?! Jadi orang beriman harus takut kepada Allah dan harus bersabar atas kemiskinan dan kekurangannya; karena sesungguhnya Allah Yang MahaSempurna dan Mahatinggi berfirman:
"Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar". (Q.S Al-Baqarah 155)

Bersabarlah dan Allah akan memberimu pahala yang luar biasa, hal ini lebih baik daripada  Anda mendapat laknat-Nya, kemarahan-Nya, murka-Nya dan siksaan-Nya. Menanggung kesusahan di dunia ini tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan murka Allah dan siksaan-Nya.

Kita memohon supaya Dia Allah melindungi kita dengan rahmat dan kebaikan-Nya dari segala sesuatu yang menimbulkan kemarahan dan murka-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar doa-doa hamba-Nya. Shalawat dan salam semoga tercurah kepada Nabi kita Muhammad Shallallahu Alayhi Wasallam, keluarganya dan atas sahabat-sahabatnya.

Dijawab: Shaikh Rabi` bin Hadi.
Ad-durar an-Nadhid min Muhaadharaatil-'Aqidah wat- Tauhid : Tafsir Kalimat-Tauhid, Tanya & Jawab, hlm 118-119.
Artikel: http://www.fatwaislam.com/fis/index.cfm?scn=fd&ID=915

Kamis, 12 Desember 2019

Kamis, Desember 12, 2019

Bahaya Menyerupai Orang Kafir




Dalam urusan jasmani, seseorang akan makan sesuatu yang diinginkannya di kala lapar. la tidak mau makan yang lain karena tidak suka atau barangkali makanan itu berbahaya bagi dirinya atau tidak bermanfaat bagi dirinya atau makanan yang dimakannya itu tidak lagi menguatkan badannya.

Seseorang yang melakukan perbuatan yang tidak sesuai dengan keinginannya, biasanya kurang bersemangat dan kurang bermanfaat. Hal ini berbeda bila yang ia lakukan itu menarik perhatiannya dan sesuai keinginannya, maka ia akan bersemangat melakukannya karena keinginannya tersalurkan mendapat banyak keuntungan dan dapat menyempurnakan keislamannya.

Orang yang suka mendengarkan nyanyian sebagai hiburan, biasanya kurang berminat untuk mendengarkan Al-Qur'an, bahkan mungkin malah tidak suka mendengarkannya. Begitu pula orang-orang yang suka mendatangi tempat-tempat keramat atau semacamnya, pada orang semacam ini tidak lagi ada kecintaan dan kerinduan untuk beribadah haji, karena dalam hatinya tidak lagi ada kecintaan kepada As-Sunnah. Begitu pula orang-orang yang sudah gemar dengan kata-kata hikmah dan sastra pujangga-pujangga Parsi dan Romawi, hatinya tidak lagi mencintai kalimat hikmah dan sastra Islam. Orang-orang yang cinta dengan kisah-kisah dan sejarah para raja, tentu hatinya tidak lagi tertarik dengan kisah-kisah dan sejarah para nabi. Dan contoh-contoh semacam ini masih banyak lagi. Oleh karena itu, dalam sebuah hadits dari Nabi disebutkan:

 مَا أَحْدَثَ قَوْمٌ بِدْعَةً إِلَّا رُفِعَ مِثْلُهَا مِنْ السُّنَّةِ

Tidaklah sebuah kaum melakukan sebuah bid'ah kecuali pasti akan ada sunnah yang hilang. [HR Ahmad: 16356]

Disalin dari buku "Mukhtarat min Kitab Ikhtidha' Ash Shiratal Mustaqim  Mukhalafatu Ash-habil Jahim" / (Bahaya Mengekor Non-Muslim) [hlm 70-71], karya Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah.

Sabtu, 23 November 2019

Sabtu, November 23, 2019

Kenapa Saya Tidak Ikut (Merayakan Natal)


Apabila seseorang menghina bapakmu, dan mengajak untuk merayakan hinaan kepada bapakmu, apakah kamu akan menghadiri perayaan ini?!

Dan kamu akan mempersiapkannya yaitu dengan memakai pakaian bagus atau menghiasi rumahmu yang menunjukkan kegembiraan terhadap perayaan ini!!

Atau menjual keperluan-keperluan perayaan kepada orang-orang yang merayakan hinaan terhadap bapakmu!!

Betapa sedihnya, ada orang-orang yang melakukannya bahkan lebih buruk lagi!! Dan bergabung dalam perbuatan tercela itu.

Perayaan Natal jauh lebih tercela daripada menghina bapakmu

Sebentar lagi umat kristen sedunia akan merayakan kelahiran anak Tuhan (menurut mereka - red), Maha suci Allah Ta'ala dari sifat tercela yang mereka gambarkan terhadap-Nya.

Suka atau tidak, inilah (kelahiran anak Tuhan-red) alasan mereka merayakan natal.

Setelah mengetahui ini, apakah masuk akal buat seorang muslim yang berakal untuk bergembira,  mengucapkan selamat dan bergabung dalam perayaan natal?!

Dan apakah dibenarkan untuk mengatakan "Saya tidak enak kalau tidak mengucapkan selamat atau tidak menerima hadiah mereka?”

Jelas sekali, mensifati Allah Ta'ala punya anak lebih buruk daripada hinaan kepada ayah, ibu dan seluruh makhluk.

Allah Ta'ala berfirman dalam surat Maryam 88-95.

( 88 ) "Dan mereka berkata: "Tuhan Yang Maha Pemurah mengambil (mempunyai) anak".

( 89 ) "Sesungguhnya kamu telah mendatangkan sesuatu perkara yang sangat mungkar",

( 90 ) "hampir-hampir langit pecah karena ucapan itu, dan bumi belah, dan gunung-gunung runtuh",

( 91 ) "karena mereka mendakwakan Allah Yang Maha Pemurah mempunyai anak".

( 92 ) "Dan tidak layak bagi Tuhan Yang Maha Pemurah mengambil (mempunyai) anak".

( 93 ) "Tidak ada seorangpun di langit dan di bumi, kecuali akan datang kepada Tuhan Yang Maha Pemurah selaku seorang hamba".

( 94 ) "Sesungguhnya Allah telah menentukan jumlah mereka dan menghitung mereka dengan hitungan yang teliti".

( 95 ) "Dan tiap-tiap mereka akan datang kepada Allah pada hari kiamat dengan sendiri-sendiri".

Hati-hati terhadap ini saudara dan saudariku. Ingatkan hal ini kepada yang saudara-saudara muslim lainnya melalui jaringan media sosial anda.

Saya memohon pada Allah Ta'ala, semoga melindungi kita semua dari kejahilan dan menuntun kita pada sebaik-baik amal sholeh.

Sabtu, 16 November 2019

Sabtu, November 16, 2019

Ringkasan Sujud Sahwi

I. Definisi
Dua sujud yang dilakukan oleh orang yang shalat untuk menggantikan kesalahan yang terjadi dalam shalatnya karena lupa

II. Sebab-sebab sujud sahwi
     1. Menambah
     2. Mengurangi
     3. Ragu

III. Tempat atau waktu mengerjakan sujud sahwi. Ada 2 yaitu
     1. Sebelum salam
     2. Sesudah salam

Penjelasan ringkasnya ada pada gambar.

Titiansalaf.blogspot.com

Rabu, 06 November 2019

Rabu, November 06, 2019

Hadits-Hadits Lemah dan Palsu Tentang Maulid Nabi



Ilustrasi
Di antara kemungkaran perayaan maulid seringnya terlontar dari mereka hadits-hadits dusta, padahal hal itu termasuk dosa besar dengan kesepakatan ulama.
Berikut tiga contoh hadits yang sering muncul dalam acara-acara maulid berserta keterangannya agar kita mewaspadainya:
1.    Perayaan maulid Nabi
مَنْ أَقَامَ مَوْلِدِيْ كُنْتُ شَفِيْعًا لَهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ, وَمَنْ أَنْفَقَ دِرْهَمًا فِيْ مَوْلِدِيْ فَكَأَنَّمَا أَنْفَقَ جَبَلاً مِنَ الذَّهَبِ فِيْ سَبِيْلِ اللهِ
“Barang siapa yang merayakan maulid (hari kelahiran)ku, maka aku akan menjadi pemberi syafa’atnya di hari kiamat. Dan barang siapa yang menginfakkan satu dirham untuk maulidku maka seakan-akan dia telah menginfakkan satu gunung emas di jalan Alloh.”
Perkataan serupa juga dinisbatkan kepada Abu Bakar, Umar, Utsman, dan Ali bin Abi Tholib, sebagaimana dalam kitab Madarij al-Shu’udh hlm. 15 kar. Syaikh Nawawi Banten. [1]
TIDAK ADA ASALNYA. Sejak awal mendengar ucapan yang dianggap hadits ini, hati penulis langsung mengingkarinya karena bagaimana mungkin hadits ini shohih, sedangkan maulid tidak pernah dicontohkan oleh Rosululloh Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam dan para sahabatnya?!! Akan tetapi, penulis ingin memperkuat pendapatnya dengan perkataan ulama. Sebab itu, penulis pun membolak-balik kitab-kitab hadits, tetapi tidak menjumpainya satu huruf pun, baik dalam kitab-kitab hadits yang shohih, dho’if, maupun maudhu’ (palsu). Alhamdulillah, pada suatu kesempatan penulis menanyakannya kepada Syaikh Abu Ubaidah Masyhur bin Hasan Alu Salman [2] lalu beliau menjawab:
هَذَا كَذِبٌ عَلَى رَسُوْلِ اللهِ اخْتَلَقَهُ الْمُبْتَدِعَةُ
“Ini merupakan kedustaan kepada Rosululloh Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam yang hanya dibuat-buat oleh para ahlulbid’ah.”
Kepada para saudara kami yang berhujjah dengan hadits ini, kami katakan, “Dengan tidak mengurangi penghormatan kami, datangkan kepada kami sanad hadits ini agar kami mengetahuinya!!”
2.    Hikmah penciptaan makhluk
لَوْلاَكَ لَمَا خَلَقْتُ الأَفْلاَكَ
Seandainya bukan karenamu (Nabi Muhammad), Aku (Alloh) tidak akan menciptakan makhluk.
MAUDHU’. Sebagaimana dikatakan ash-Shoghoni.[3] Diriwayatkan ad-Dailami dalam Musnad-nya 2/41 dari jalur Ubaidulloh bin Musa al-Qurosyi: Menceritakan kepada kami Fudhoil bin Ja’far bin Sulaiman dari Abdushshomad bin Ali bin Abdulloh bin Abbas dari ayahnya, Ibnu Abbas secara marfu’.
Kecacatan hadits terletak pada Abdushshomad. Al-Uqoili v\ berkata tentangnya, “Haditsnya tidak terjamin. Dan orang-orang sebelum Abdushshomad tidak saya kenal.”
Ibnul Jauzi v\ juga meriwayatkannya dalam al-Maudhu’at (1/288–289) dari sahabat Salman a\, lalu berkomentar, “Haditsnya maudhu.’ ” Dan disetujui as-Suyuthi dalam al-Ala’i: 1/282.[4]
Syaikhul-Islam Ibnu Taimiyyah berkata, “Ucapan ini bukanlah hadits Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam baik dari jalur yang shohih maupun lemah, tidak dinukil oleh seorang pun dari ahli hadits, baik dari Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam atau dari sahabat, bahkan ucapan ini tidak diketahui siapa yang mengucapkannya.” [5]
Makna hadits ini pun tidak benar, karena bertentangan dengan firman Alloh:
وَمَا خَلَقْتُ ٱلْجِنَّ وَٱلْإِنسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ ﴿٥٦﴾
Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia kecuali supaya mereka beribadah kepada-Ku. (QS. adz-Dzariyat [51]: 56)
Ayat ini menegaskan bahwa Alloh menciptakan anak Adam untuk beribadah, bukan karena Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam.
3.    Nur Muhammad
أَوَّلُ مَا خَلَقَ اللهُ نُوْرُ نَبِيِّكَ يَا جَابِرُ !
“Makhluk yang pertama kali diciptakan adalah cahaya Nabimu, wahai Jabir!”
TIDAK ADA ASALNYA. Hadits yang populer ini adalah batil, demikian juga semua hadits yang menegaskan bahwa Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam diciptakan dari cahaya, karena hal itu bertentangan dengan firman Alloh:
قُلْ إِنَّمَآ أَنَا۠ بَشَرٌۭ مِّثْلُكُمْ يُوحَىٰٓ إِلَىَّ أَنَّمَآ إِلَـٰهُكُمْ إِلَـٰهٌۭ وَ‌ٰحِدٌۭ ۖ
Katakanlah, “Sesungguhnya aku ini hanya seorang manusia seperti kamu, yang diwahyukan kepadaku, ‘Bahwa sesungguhnya ilah (sembahan) kamu itu adalah Ilah Yang Esa.’ ” (QS. al-Kahfi [18]: 110)
قَالَ رَسُوْلُ اللهِ  : خُلِقَتِ الْمَلاَئِكَةُ مِنْ نُوْرٍ, وَخُلِقَ إِبْلِيْسُ مِنْ نَارِ السَّمُوْمِ, وَخُلِقَ آدَمُ عَلَيْهِ السَّلاَمُ مِمَّا قُدْ وُصِفَ لَكُمْ
Rosululloh Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda, “Malaikat diciptakan dari cahaya, Iblis dicptakan dari api yang menyala-nyala, dan Adam diciptakan dari apa yang telah disifatkan pada kalian.” [6]
Hadits ini secara jelas menunjukkan bahwa malaikat saja yang diciptakan dari cahaya, bukan Adam dan anak keturunannya.[7]
Syaikhul-Islam Ibnu Taimiyyah v\ menegaskan bahwa hadits ini adalah dusta dengan kesepakatan ahli hadits.[8] Demikian juga ditegaskan oleh Syaikh Sulaiman bin Sahman.[9] As-Suyuthi v\ juga menegaskan bahwa hadits ini tidak ada sanadnya.[10] Demikian juga Jamaluddin al-Qosimi[11] dan Muhammad Rosyid Ridho,[12] keduanya menegaskan bahwa hadits ini tidak ada asalnya.
Samahatusy-Syaikh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah berkata, “Adapun ucapan sebagian manusia, ahli khurafat dan orang-orang Sufi bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam  diciptakan dari cahaya dan makhluk pertama adalah cahaya Muhammad, semua ini adalah tidak ada asalnya, ucapan batil dan kedustaan belaka.” [13]
Akhirnya, Demikianlah sebagian kemungkaran-kemungkaran yang biasa terjadi dalam acara perayaan maulid, suatu hal yang menguatkan kebatilan perayaan ini. Alangkah bagusnya ucapan Syaikh Muhammad Abdussalam as-Syaqiry tatkala berkata:
“…. Di bulan ini (Rob’iul Awal), Rosululloh Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam dilahirkan dan juga diwafatkan. Lantas mengapa mereka bergembira dengan kelahirannya tetapi tidak sedih dengan wafatnya? Oleh karenanya, menjadikan kelahiran beliau sebagai perayaan merupakan perkara bid’ah munkarah dan sesat serta tidak sesuai dengan syariat dan akal. Seandainya hal itu merupakan amalan yang baik, bagaimana mungkin dilalaikan oleh Abu Bakar, Umar bin Khoththob, Utsman, para sahabat, para tabi’in, para tabi’ut tabi’in, serta ulama kaum muslimin? Tidak syak lagi bahwa perayaan tersebut hanyalah dibuat-buat oleh para sufi yang suka makan, dan oleh para pengangguran dari kalangan ahlulbid’ah yang kemudian diikuti oleh mayoritas manusia. Pahala apa yang akan diperoleh dari harta yang dihambur-hamburkan? Keridhoan apa yang akan didapat dalam perkumpulan para penyanyi, artis, pelacur, perampok, dan lain-lain? Dan adakah kebaikan dalam perkumpulan para kiai beserban merah, hijau, kuning, dan hitam?
Apa manfaat yang bisa dipetik? Tidak lain hanyalah penghinaan orang-orang kafir Eropa kepada kita dan agama kita, sehingga mereka menyangka bahwa Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam beserta para sahabatnya seperti itu — innaa lillahi wa innaa ilaihi roji’un. Mengapa mereka tidak berpikir bahwa manusia kini dilanda kemiskinan, kelaparan, penyakit, dan kebodohan? Bukankah sebaiknya harta-harta tersebut digunakan untuk pembangunan pabrik bagi para penganggur? Atau untuk membuat senjata-senjata guna menghadapi musuh-musuh Islam? Mengapa para tokoh agama hanya diam, bahkan turut mendukungnya? Dan mengapa negara juga diam terhadap penghamburan harta yang menyebabkan negara dalam kehinaan yang parah? ….”[14]
Tulisan: Ustadz Abu Ubaidah Yusuf bin Mukhtar as-Sidawi

Catatan kaki:
   
[1]   Lihat Hadits-Hadits Bermasalah kar. Prof. Ali Musthofa Ya’qub hlm. 102
[2]   Beliau adalah salah seorang murid imam ahli hadits besar, al-Albani, yang berkunjung ke Indonesia dalam rangka dakwah. Pertanyaan ini saya tanyakan kepada beliau pada hari Rabu 6 Muharrom 1423 H, sebelum sholat Zhuhur di Masjid al-Irsyad, Surabaya.
[3]    Al-Ahadits al-Maudhu’ah hlm. 7
[4]    Silsilah Ahadits al-Dho’ifah: 282
[5]    Majmu’ al-Fatawa: 11/96
[6]    HR. Muslim: 8/226
[7]    Silsilah Ahadits al-Shohihah: 458
[8]    Majmu’ al-Fatawa: 18/367
[9]    Al-Showai’q al-Mursalah al-Syihabiyyah hlm. 15
[10]    Al-Hawi li al-Fatawi: 2/43
[11]    Syarh al-Arba’in al-Ajluniyyah: 343
[12]    Fatawa Rosyid Ridho: 2/447
[13]    Fatawa Nur ’Ala Darb: 1/112–113
[14]    Al-Sunan wa al-Mubtada’at hlm. 123

Minggu, 03 November 2019

Minggu, November 03, 2019

Hukum transplantasi rambut

Ilustrasi


Soal:

Di Amerika, apabila seseorang mengalami kebotakan, maka dokter mengambil rambut dari bagian belakang kepalanya dan melakukan transplantasi di bagian yang mengalami kebotakan. Apakah hal ini di bolehkan? 

Jawab. 

Ya karena operasi ini tindakan mengembalikan ciptaan Allâh kepada asalnya, menghilangkan kerusakan dan bukan untuk alasan kecantikan atau menambah pada apa yang Allaah Ta’ala ciptakan, dan hal ini tidak masuk pada kategori mengubah ciptaan Allâh. Sebaliknya itu adalah bentuk memperbaiki kekurangan dan menghilangkan cacat. Nabi (Shallallaahu 'Alaihi Wa sallam) menceritakan sebuah kisah tentang tiga lelaki, yang salah satunya botak. Salah satu dari mereka ingin agar Allah Subhanahu Wa Ta’ala mengembalikan rambutnya, lalu malaikat mengusapnya, dan Allah Subhanahu Wa Ta’ala memberinya rambut yang bagus.

Syaikh Muhammad bin Salih Al-`Utsaimin rahimahullah. 

Fatawa Islamiyah Vol. 8 Page 227


Senin, 28 Oktober 2019

Senin, Oktober 28, 2019

O Syi'ah yang Cerdas: Apakah Kalian Menikahkan Putri-Putrimu Dengan Musuh-Musuhmu Yang Keji



Syiah percaya bahwa kekhalifahan merupakan posisi tertinggi yang ditentukan Allah untuk Ali Radhiyallahu ‘anhu, dan Abu Bakar, Umar dan Utsman Radhiyallahu ‘anhum merupakan pemberontak yang mengambil dengan paksa dari Ali Radhiyallahu ‘anhu posisi penting ini. Itulah kenapa Syiah menuduh khalifah-khalifah ini dan para sahabat sebagai pemberontak dan mencaci maki mereka siang dan malam.

Tapi kenyataan dan melalui sejarah kita ketahui kebalikan dari klaim tersebut; bahkan di dalam buku-buku syiah sendiri. Kita ketahui bahwa keluarga Rasulullah dan para sahabat merupakan keluarga dengan ikatan pernikahan yang kuat; dan kita punya banyak contoh pernikahan antara keluarga Rasulullah dan para sahabat Radhiyallahu ‘anhum.

Sebaliknya , kita tidak menemukan adanya catatan dimana salah seorang dari Imam-Imam (Ali dan putra-putranya Radhiyallahu ‘anhum) menikahkan putri-putri mereka dengan Syiah ataupun mereka  menikahi putri-putri mereka yang mengakui diri mereka Syiah.

Kitab-kitab Syiah menghormati murid-murid yang sangat dekat dengan para Imam seperti Zurarah, Jabir AlJuafi dan yang lainnya yang menyampaikan ratusan riwayat dari Muhammad Al-Baqir (Imam ke-5 Syiah) atau Jafar As Sadiq (Imam ke-6 Syiah); jadi kenapa kita tidak menemukan imam-imam tersebut menikahkan putri-putri mereka kepada pengikut-pengikut yang tulus dan serius tersebut; melainkan kita dapati mereka memilih menikahkan putri-putri mereka kepada para sahabat dan anak-anak para sahabat. Kenapa demikian?

Ya, ini karena mereka semua memiliki kesamaan iman dan mereka berada di atas Sunnah sama seperti Abu Bakar, Umar, Utsman dan sahabat-sahabat yang lainnya Radhiyallahu ‘anhum.
Oh Syiah yang cerdas, jika kalian tetap menganggap bahwa para sahabat adalah pembangkang dan pengkhianat, silakan  perhatikan baik-baik dan dengarkan dengan sungguh-sungguh apa yang akan saya sampaikan.

Putrimu tercinta adalah permata hatimu, apakah kamu menyerahkan atau menikahkannya pada seorang kafir atau pembunuh ibunya dan saudaranya?! Dan kamu terima memiliki seorang kafir sebagai bagian keluargamu? Akankah kamu menikahkan putrimu sendiri pada seorang kafir dan beralasan dengan mengatakan bahwa saya melakukan itu dalam rangka “Takiyah”, Saya tidak punya pilihan atau saya sangat lemah!!

Coba yakinkan kami, bagaimana kalian menjelaskan pernikahan Umar bin Khattab, Khalifah ke-2 dan musuh keji bagi Syiah, yang menikahi Ummu Kaltsum putri Ali dan Fatimah yang juga saudari dari Al-Hasan dan Al-Husein Radhiyallahu’anhum? Ketika Umar datang kepada Ali dan meminta untuk menikahi putrinya, Ali bersedia menerima pernikahan tersebut! Dan pernikahan ini diakui dalam kitab-kitab Syiah dan Sunni.

Catat, bahwa Umar punya dua orang anak , Zaid dan Ruqahiah dari Ummu Kaltsum putri Ali dan Fatimah Radhiyallahu anhuma. Demi Allah, sadar dan logislah wahai Syiah yang cerdas.
Oleh sebab itu Syiah mencoba memalsukan cerita tentang pernikahan ini. Alkulani menyebutkan dalam kitabnya “AlKafi 5/336” – dimana buku ini merupakan sumber pokok Syiah-, mengenai pernikahan Umar dengan Ummu Kaltsum, maka Jafar As-Sadiq Radhiyallahu’anhu mengatakan ذلك فرج غصبناه
“ Ini merupakan farji (bagian tubuh wanita – red) yang diambil dengan paksa dari kami”!!
Apakah masuk akal bahwa putri Ali Radhiyallahu’anhu diambil dengan paksa dan dia tidak bertidak untuk mempertahankannya?! Seorang laki-laki, yang merupakan contoh teladan yang kuat dan berani, berdiri tak berdaya dan menyerahkan putrinya kepada musuhnya yang jahat yang juga merupakan pembunuh ibunya – seperti yang diklaim Syiah!

Wahai Syiah!!, Apakah hukumnya menikahkan seorang wanita muslim dengan seorang Kafir? Beginikah kalian menggambarkan segala kelemahan pada Ali Radhiyallahu’anhu? Sedangkan kita mengetahui bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mengatakan Barangsiapa terbunuh karena mempertahankan keluarganya, maka ia Syahid.

Dan kalian mengklaim bahwa imam-imam kalian mengatur dan mengontrol segala sesuatu di alam semesta ini; dan menyematkan pada mereka pensifatan-pensifatan yang sama dengan sifat-sifat Allah. Jadi, kenapa sifat-sifat yang agung dan kemampuan yang luar biasa ini tidak mampu mempertahankan permata hati mereka.?! Apakah manusia biasa akan menikmati hidupnya sementara putri tercintanya diambil dengan paksa?!  Dengan begini kalian telah menganggap Ali Radhiyallahu’anhu, seorang panutan yang berani, sebagai seorang yang lemah, pengecut dan orang yang tidak punya kekuatan yang tidak mampu bahkan untuk menolak sekalipun dengan ucapan pelanggaran ini!! Sementara kalian menyebutkan dalam kitab-kitab hikayat kalian bahwa Umar takut terhadap Ali Radhiyallahu’anhu; dan Ali Radhiyallahu’anhu sangat kuat, bahwa suatu ketika Ali menghentakkan kakinya ke tanah dan bumi berguncang “Tafsir Al Burhan p. 74”; dalam buku “Iyuun Akhbar Arrida” Ibnu Babawaih AlKummi mengatakan bahwa Ali Radhiyallahu’anhu berkelahi dengan Iblis dan mengalahkannya (Iblis tsb – red) dengan kekuatannya yang luar biasa! Dan saya tidak tahu bagaimana kalian menjelaskan kontradiksi ini.

Dan apabila pernikahan Ummu Kaltsum dan Umar Radhiyallahu’anhum tidak cukup untuk meyakinkan, maka saya akan memaparkan pernikahan-pernikahan lainnya antara keluarga Rasulullah Shallallahu “Alaihi wa Sallam dengan para sahabat,  yang Syiah sebut murtad.
Pertama, kita mulai dengan kepala keluarga; Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi waSallam. Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi waSallam karena cintanya pada sahabat-sahabat terdekatnya dan mengokohkan hubungan dengan mereka, Beliau Shalallahu ‘Alaihi waSallam menikahi putri-putri Abu Bakar dan Umar Radhiyallahu’anhuma; Beliau Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi waSallam menikahi ‘Aisyah dan Hafsah Radhiyallahu’anhuma; dan menikahkan putri-putri beliau Ruqayah dan Ummu Kultsum to Ustman Radhiyallahu’anhu. Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi waSallam meninggal sedangkan beliau ridha pada mereka semua.

Sekarang katakan pada saya, bagaimana kalian menjelaskan hal ini? Dan jangan katakan pada saya bahwa Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi waSallam tidak tahu bahwa mereka akan menjadi kafir dan Allah Azza WaJalla tidak memberitahu beliau. Karena kita mendapati dalam penjelasan kitab-kitab Syiah menjelaskan bahwa imam-imam mengetahui bahkan apa yang akan terjadi di masa depan; sehingga menurut akidah Syiah Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi waSallam berhak tahu lebih banyak.

Kedua, putri-putri Ali Radhiyallahu’anhu; kita punya contoh lain disamping Ummu Kaltsum yang menikah dengan Umar Radhiyallahu’anhu; ada Ramlah binti Ali yang menikah dengan Muawiyah bin Marwan bin Al Hakam dari Bani Umayah. Ingat oh Syiah, kalian telah mencela Utsman karena menunjuk Marwan bin Al Hakam sebagai pemimpin pada salah satu Provinsi dalam kekuasaan Islam dan kita mendapati bahwa bahwa Ali Radhiyallahu’anhu menikahkan putrinya kepada anak Marwan. Sekarang bagaimana kalian menjelaskan ini?

Dan catat Ali Radhiyallahu’anhu mempunyai 20 orang putrid an 19 orang putra dan tidak satupun dari mereka menikahi Syiah. Apa artinya ini buat kami, Oh Syiah yang cerdas.

Ketiga, Al Hasan bin Ali Radhiyallahu’anhum, imam ke-2 Syiah, menikahi putri Talhah bin Ubaidillah Radhiyallahu’anhu.
Dua cucu perempuan dari putranya Umar yaitu:
1. Zainab menikah dengan Al Waleed bin Abdul Malik bin Marwan dari bani Umayah
2. Dan Ummu Al Kasim menikah dengan cucu Utsman bin Afaan, dan namanya yaitu Marwan bin Abaan bin Utsman yang juga dari bani Umayah.

Keempat, Al Husein bin Ali Radhiyallahu’anhum, Imam ke-3 Syiah menikahkan 2 orang putrinya kepada cucu Utsman bin Afaan,
1. Sukiynah menikah dengan Zayid bin Amr bin Utsman bin Afaan
2. Dan Fatimah menikah dengan saudaranya (saudara dari Zayid bin Amr bin Utsman bin Affaan-red) yaitu Abdullah bin Amr bin Utsman bin Afaan.

Dan ini adalah sedikit contoh kuatnya hubungan antara keluarga Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi waSallam dan para sahabat yang mengingkari klaim Syiah mengenai para sahabat.
Ikatan pernikahan yang kuat ini hanya bisa terjadi antara dua pihak yang saling mencintai, hormat dan berkasih sayang satu sama lain. Dan kisah-kisah yang dipalsukan Syiah untuk mengingkari hubungan pernikahan tersebut terbantahkan dengan jelas oleh sejarah bahkan kitab-kitab Syiah sendiri.

Dan catat bahwa Ali dan putra-putranya  Radhiyallahu’anhum setia bersama dan mendukung khalifah hampir 25 tahun selama kepemimpinan Abu Bakar, Umar dan Utsman bahkan setelah khalifah-khalifah ini meninggal; inilah mengapa mereka tetap menamai anak-anak mereka dengan nama-nama khalifah-khalifah tersebut.

Wahai Syiah!! Selamatkan diri kalian dari penyimpangan ini sebelum tiada lagi kesempatan kembali (bertobat).

Semoga Allah Azza waJalla membimbing kita dan Syiah pada kebenaran.
Segala puji kepada Allah dan Semoga berkah dan rahmat Allah tercurah pada Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi waSallam, keluarganya dan para sahabatnya.

Videonya dapat dilihat di link berikut:



Rabu, 23 Oktober 2019

Rabu, Oktober 23, 2019

Lokomotif Hidayah


Kebanyakan orang menemukan hidayah, tatkala hatinya sedang tunduk, remuk- redam dengan suatu musibah yang sedang menimpanya. Mematahkan semua kesombongannya, meluluh-lantakkan ketidakpeduliannya selama ini terhadap Allah dan syariat-Nya. Ketika ia sudah berada di atas jurang kehancuran, Allah tarik tangannya lalu Ia tuntun dengan kelembutan dan kasih sayang-Nya, seharusnya kehidupannya sudah hancur berkeping-keping, jiwanya berantakan, akan tetapi ia kembali kepada jalan Allah.
Kadangkala Allah timpakan kepadanya penyakit yang menyebabkan ia terbaring lemas, berbilang hari bahkan bulan ia di atas kasur putih setelah puluhan tahun ia melawan Allah dengan maksiat bermodalkan kesehatan yang ia sangka akan abadi untuk selamanya.
Kadangkala Allah menundukkan kesombongan dengan mencabut kekayaan yang ia merasa memiliki selama ini, kesadaran muncul setelah api besar membakar istananya dan menghanguskan segala kekayaan yang ia peroleh dengan bercucur keringat, sebagaimana dulu ia cucurkan keringat, hari ini ia juga ia telah cucurkan air mata.
Kadangkala Allah memaksanya untuk bersujud dan membaluri keningnya dengan tanah setelah ia kehilangan orang-orang yang ia cintai. Sudahkah anda pernah mendengar cerita seorang suami pedagang bensin, ketika sedang menuangkan bensin ke dalam tangki motor salah seorang pembeli, tiba-tiba jatuh puntung rokok ke dalam bensin tersebut, lalu membakar dirinya dan rumah beserta orang-orang yang ada di dalamnya, dari anak dan istri yang sangat ia cintai.
Kadangkala Allah memberi hidayah kepada seseorang, setelah ia terjerat dalam sebuah kasus korupsi, setelah ia merasakan sempitnya penjara dan perihnya kehilangan jabatan, ia tinggalkan dunia dan ia kembali kepada Allah...
Mereka-mereka itu adalah orang-orang beruntung, mereka menemukan jalan kembali, setelah diberi teguran oleh Dzat Maha Pencipta.
Ada lagi satu golongan orang yang jauh lebih mulia dari orang-orang di atas dalam perolehan hidayah, yaitu orang yang dihentikan perjalanannya oleh kerinduan kepada kebenaran. Seperti perjalanan ikan salmon melintasi sungai, menyeberangi lautan dan mengarungi samudera, melintasi benua. Telah bermil-mil perjalanan ia tempuh, telah habis pula kebanyakan umurnya dalam perjalanan jauh itu. Ketika sudah tiba masanya, ada rasa kerinduan memanggilnya untuk pulang ke tempat asalnya, sekalipun banyak aral yang merintangi kepulangannya, sekalipun arus deras yang akan ia hadapi, ia tetap bersikukuh untuk pulang, kembali ke fitrah sebagaimana ia dilahirkan oleh ibunya.
Khalid bin Walid, seorang ksatria tanpa tanding, panglima yang tidak terkalahkan, hamba Allah yang tawadhu' (rendah hati), pemilik jiwa besar. Semuanya tentu tahu apa yang pernah ia lakukan terhadap kaum muslimin di perang Uhud, dengan ketajaman pandangannya ia dapat merubah kekalahan menjadi kemenangan untuk Quraisy, sebagai kemenangan pertama dan terakhir bagi mereka. Hampir pada semua tempat di mana ia berada, dia memasang permusuhan terhadap Islam dan kaum muslimin. Sampai akhimya, keinginan untuk pulang itu begitu kuat, beberapa hari sebelum penaklukan Mekkah ia mengajak kawan karibnya 'Amr bin Ash berangkat menuju Madinah untuk menyatakan keislamannya.
Berangkatlah mereka dengan azam yang telah kuat di hati mereka, sebab mereka adalah para kesatria Quraisy. Setibanya di Madinah mereka utarakan keinginannya, ketika Rasulullah mengulurkan tangannya kepada Khalid, ia tarik kembali tangannya, lalu ia berucap, "Dengan syarat, wahai Nabi Allah! Agar Allah menghapuskan segala kesalahanku semasa Jahiliah". Rasulullah tersenyum dan berkata, "Apakah engkau belum tahu, wahai Khalid?!, Sesungguhnya Islam menghapuskan semua kesalahan sebelumnya".
Adapun Ikrimah bin Abu Jahal - ia salah satu pemuda Quraisy yang paling keras perlawanan dan permusuhannya kepada Nabi, setelah Mekkah dikuasai oleh Rasulullah, ia mencoba lari dari kenyataan, ia seberangi lautan, ia lintasi padang pasir dalam kesendiriannya, ia coba tinggal di negeri orang, ia coba menahan dirinya dari keinginan pulang kepada kebenaran. Telah ia coba, tapi panggilan itu begitu kuat, keinsafan menghinggapi hari-harinya, maka ia coba untuk melangkahkan kaki pulang menyatakan kelemahan diri dan mengantarkan kepasrahan jiwa.
Disebutkan oleh lbnu Hajar, "Ketika Ikrimah dalam pelariannya, ia sedang di atas bahtera, tiba-tiba datang badai, lalu orang-orang yang berada dalam bahtera itu berteriak, "Ikhlaskan niat kalian kepada Allah, sesungguhnya Tuhan (berhala) kalian tidak mendatangkan manfaat sedikitpun". Sampai badai tersebut menjadi tenang, lalu ia berkata, "YaAllah, jika keikhlasan yang menyelamatkanku di lautan, tentu Dia juga yang akan menyelamatkanku di daratan. Demi Allah, aku berjanji, jika aku selamat dari kejadian ini, aku akan mendatangi Muhammad -Shallallohu ‘alaihi wa sallam- dan aku letakkan tanganku di atas tangannya".1
Ada suatu golongan dalam perolehan hidayah, mereka memperolehnya dengan proses pencarian yang cukup melelahkan, berpindah dari satu ajaran kepada ajaran lain, dari agama kepada agama lain, akhirnya dia memperoleh apa yang inginkan. Contoh yang tepat untuk golongan ini seperti Salman AI-Farisi dan Waraqah bin Naufal.
Yang lebih hebat lagi adalah golongan yang sudah dalam katagori mati, tidak ada harapan, tidak ada denyut kebenaran dalam hatinya, lalu rahmatAllah menda-huluinya, iapun memperoleh hidayah. Contoh dari golongan ini adalah Umar bin Khattab. Padanya diturunkan ayat dalam suratAl-An' am, Allah berfirman;

أوَمَنْ كَانَ مَيْتًا فَأَحْيَيْنَاهُ وَجَعَلْنَا لَهُ نُورًا يَمْشِي بِهِ فِي النَّاسِ كَمَنْ مَثَلُهُ فِي الظُّلُمَاتِ لَيْسَ بِخَارِجٍ مِنْهَا

"Dan apakah orang yang sudah mati kemudian dia Kami hidupkan dan Kami berikan kepadanya cahaya yang terang, yang dengan cahaya itu dia dapat berjalan di tengah-tengah masyarakat manusia, serupa dengan orang yang keadaannya berada dalam gelap gulita yang sekali-kali tidak dapat keluar dari padanya?". [QS. al-An'am:122]


Ini permisalan dari Allah terhadap seorang mukmin yang awal mula hatinya telah mati dalam kesesatan dan binasa dalam kebingungan, lalu Allah hidupkan dan segarkan kembali dengan iman dan Allah beri petunjuk untuk mengikuti rasulNya. Dia masukkan dirinya kepada agama penyerahan diri. Saat itu, ia telah mulai mengerti hal-hal yang bermanfaat dan jauh dari hal yang mudharat, berusaha untuk melepaskan diri dari kemurkaan, matanya mulai mengenal kebenaran yang sebelumnya ia buta, ia sudah mulai belajar yang sebelumnya ia tidak mengetahui, ia sudah mulai belajar untuk mengikuti, sampai ia memperoleh cahaya, dan dengan cahaya itu ia dapat menggunakannya untuk menerangi perjalanannya kepada Allah, di tengah kegelapan manusia. 2
("Untukmu Yang Berjiwa Hanif",hlm 24-28. Dedikasi dari Ust.Armen Halim Naro Rahimahullah)

Catatan kaki:
Al Ishabah 4/538
Lihat Tafsir Ibn Katsir (2/231), dan Ighastul Lahfan, Ibnul Qayyim hal. 26
Rabu, Oktober 23, 2019

Bahaya Bid’ah Lebih Besar Daripada Dugaan Kebaikannya


Secara umum generasi terdahulu merupakan generasi yang lebih baik daripada generasi kemudian. Sikap dan pendapat mereka sama sekali berbeda dengan golongan yang meninggalkan sunnah dan mengikuti bid'ah. Golongan yang mengikuti bid'ah berpendapat bahwa di dalam perbuatan-perbuatan bid'ah itu ada kebaikannya. Hal ini bertentangan dengan beberapa bahaya bid'ah yang sudah jelas, antara lain:
1.    Perbuatan bid'ah akan merusak aqidah dan amaliyah, maksudnya menjadikan hati rusak sehingga tidak lagi merasa perlu kepada sunnah Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam. Bahkan ada orang yang rajin melakukan perbuatan-perbuatan bid'ah, tetapi tidak rajin melakukan pada perbuatan sunnah.
2.    Kalangan tertentu ada yang lebih mengutamakan perbuatan-perbuatan bid'ah daripada perbuatan-perbuatan yang wajib atau sunnah, sehingga keyakinan mereka terpengaruh oleh perbuatan bid'ah yang biasa dilakukan. Di antara mereka ada yang melakukan bid'ah dengan ikhlas dan penuh ketekunan, tetapi tidak demikian halnya ketika melaksanakan perbuatan yang wajib atau sunnah. Sehingga seolah-olah ia melaksanakan perbuatan bid'ah itu sebagai ibadah, sedangkan hal-hal yang wajib atau sunnah dianggapnya hanya sebagai adat kebiasaan. Hal semacam ini jelas bertentangan dengan agama. Dengan melakukan perbuatan bid'ah mereka akan terjerumus, sehingga tidak lagi melakukan hal-hal yang wajib atau sunnah, seperti beristighfar, memohon rahmat, thaharah, khusyu', memenuhi undangan, merasakan manisnya bermunajat dengan Allah dan perbuatan-perbuatan baik lainnya. Sekiranya mereka tidak terjerumus dalam perbuatan bid'ah, sudah tentu dia akan melakukan hal-hal wajib atau sunnah dengan sempurna. 

3.    Menjalankan hal-hal yang bid'ah dapat menimbulkan adanya anggapan bahwa yang ma'ruf itu mungkar dan yang mungkar itu ma'ruf. Dampaknya adalah sebagian besar manusia menjadi bodoh terhadap agama yang dibawa Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam dan tersebar luasnya benih-benih kejahilan. 

4.    Dapat menyebabkan timbulnya perbuatan-perbuatan yang dibenci syari'at, misalnya: menunda berbuka, menunda shalat 'Isya' sampai akhir waktu sehingga hatinya tidak khusyu' karena melakukannya dengan tergesa-gesa, melakukan sujud lagi sesudah salam padahal dia tidak lupa, membaca dzikir dan wirid yang tidak ada dasar atau dalilnya atau melakukan hal-hal buruk lainnya. Hal-hal semacam ini tidak akan disadari kecuali oleh orang yang hatinya bersih dan akalnya jernih. 

5.    Menyesatkan seseorang dari mengikuti Sunnah dan menyimpang dari jalan yang lurus. Hal ini karena dalam hatinya terjangkit sejenis penyakit sombong atau kibr, sehingga lebih senang menyimpang dari tuntunan Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam kapan pun ada peluang. Hal ini sebagaimana dikatakan oleh Abu 'Utsman An Naisaburi: "Seseorang tidak akan meninggalkan sunnah Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam kecuali karena perasaan sombong dalam hatinya." (Tahqiqul Ashl, 2/212).

Perbuatan bid'ah ini kemudian menjadi sebab munculnya sifat-sifat buruk lainnya, sehingga tidak lagi bersungguh-sungguh dalam mengikuti Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam Dengan demikian, hatinya menjadi congkak dan imannya menjadi lemah yang menyebabkan agamanya menjadi rusak atau hampir rusak, sebagaimana firman Allah pada surah Al Kahfi ayat 104:

الَّذِينَ ضَلَّ سَعْيُهُمْ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَهُمْ يَحْسَبُونَ أَنَّهُمْ يُحْسِنُونَ صُنْعًا

" Yaitu orang-orang yang telah sia-sia perbuatannya dalam kehidupan dunia ini, sedangkan mereka menyangka bahwa mereka berbuat sebaik-baiknya"
_________________________________________________________________________ 
** Dinukil dari buku: “Mukhtarat Min Kitab Iqtidha’ Ash Shiraatal Mustaqim” (edisi Indonesia: “Bahaya Mengekor Non Muslim) hlm 86-88

Senin, 14 Oktober 2019

Senin, Oktober 14, 2019

HADRAH: Benarkah Nabi Hadir di Tengah-Tengah Perayaan Maulid Nabi?



Soal:
Apakah benar Rasulullah ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam hidup di dalam kuburnya dan akan keluar menemui manusia dalam perayaan Maulid Nabi yang disebut dengan ḥaḍrah, sebagaimana yang diyakini oleh sebagian orang?
Jawab:
Ini adalah perkataan dan keyakinan bathil.
Imam yang empat, bahkan seluruh umat Islam sepakat bahwa para sahabat raḍiyallahu 'anhum tidak menguburkan Rasulullah ṣallallahu ‘alaihi wa sallam kecuali setelah roh beliau meninggalkan jasadnya. Tidak masuk akal bila mereka menguburkan beliau dalam kondisi hidup. Dan karena itu para sahabat mengangkat seorang khalifah pengganti beliau sepeninggalnya, juga putri beliau, yaitu Fatimah raḍiyallahu 'anha menuntut bagian warisannya dari beliau. Tidak pernah ada cerita dari seorang sahabat, tabiin, ataupun generasi setelahnya seperti imam yang empat, bahwa Rasulullah ṣallallahu ‘alaihi wasallam keluar menemui manusia setelah beliau wafat dan dikuburkan. 
Barangsiapa mengklaim bahwa beliau ṣallallahu ‘alaihi wa sallam keluar dari kuburnya dan menemui manusia, maka dia telah berbohong dan dipermainkan oleh setan serta membuat-buat kedustaan atas nama Allah dan Rasulullah ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam. Bagaimana tidak, sedangkan Allah Subhānahu wa Ta'ālā telah berfirman:
"Muhammad itu tidak lain hanyalah seorang rasul, sebelumnya telah berlalu beberapa orang rasul. Apakah jika dia wafat atau dibunuh, kamu berbalik ke belakang (murtad)." (Āli Imrān: 144)
Dan firman Allah Ta'ālā:
"Sesungguhnya engkau (Muhammad) akan mati, dan sesungguhnya mereka akan mati (pula).” (AzZumar: 30)
Dalam ayat ini, Allah Subhānahu wa Ta'ālā menggandengkan berita kematian beliau dan kematian manusia lainnya agar jelas bahwa ini adalah kematian yang hakiki (sebenarnya) dan perpindahan dari alam dunia menuju alam barzakh, di mana orang yang telah masuk tidak akan keluar darinya kecuali menuju pelataran hari Kiamat untuk hisab dan pembalasan setelah dibangkitkan, dikumpulkan dan keluar dari kubur. 
Di antara bantahan yang tepat kepada orang-orang jahil dan para penganut khurafat yang meyakini Nabi ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam keluar dari kubur adalah apa yang diungkapkan Imam al-Qurthubi alMaliki (w. 656H) dalam karyanya Al-Mufhim tentang khurafat keluarnya Nabi ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam dari kuburnya, “Rusaknya keyakinan ini dapat diketahui dengan logika sederhana. Keyakinan ini berkonsekuensi seseorang tidak melihat beliau kecuali dalam wujud asli beliau ketika wafat dan tidak mungkin dilihat oleh dua orang dalam satu waktu di dua tempat berbeda. Bahwa beliau sekarang masih hidup dan keluar dari kubur, berjalan di pasar, berbicara dengan manusia dan mereka pun berbicara dengannya; hal ini berkonsekuensi kubur beliau kosong dari jasadnya dan tidak ada sesuatu apa pun di kuburnya. Sehingga yang diziarahi hanya kubur kosong, dan ucapan salam diberikan kepada orang yang tidak ada. Karena bisa saja beliau dilihat di malam dan siang hari secara berturut-turut secara hakiki di luar kuburnya. Jelas ini adalah perkataan bodoh yang tidak akan diterima oleh orang yang paling bodoh sekalipun."
Dinukil dari buku:  عقيدة الأئمة الأربعة رحمهم الله “ (Akidah Empat Imam Rahimahumullah) hlm 103-105.

________________________________________________________________________________
Tentang Maulid Nabi silakan baca juga artikel: CINTA & MAULID NABI