TITIAN SALAF

"Syiarkan Sunnah, Kikis Bid'ah". Mencukupkan Diri Dengan Al Qur'an dan Sunnah Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam Dengan Mengikuti Pemahaman Generasi Terbaik Para Sahabat Radhiyallahu’anhum

Breaking

Rabu, 06 November 2019

Hadits-Hadits Lemah dan Palsu Tentang Maulid Nabi



Ilustrasi
Di antara kemungkaran perayaan maulid seringnya terlontar dari mereka hadits-hadits dusta, padahal hal itu termasuk dosa besar dengan kesepakatan ulama.
Berikut tiga contoh hadits yang sering muncul dalam acara-acara maulid berserta keterangannya agar kita mewaspadainya:
1.    Perayaan maulid Nabi
مَنْ أَقَامَ مَوْلِدِيْ كُنْتُ شَفِيْعًا لَهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ, وَمَنْ أَنْفَقَ دِرْهَمًا فِيْ مَوْلِدِيْ فَكَأَنَّمَا أَنْفَقَ جَبَلاً مِنَ الذَّهَبِ فِيْ سَبِيْلِ اللهِ
“Barang siapa yang merayakan maulid (hari kelahiran)ku, maka aku akan menjadi pemberi syafa’atnya di hari kiamat. Dan barang siapa yang menginfakkan satu dirham untuk maulidku maka seakan-akan dia telah menginfakkan satu gunung emas di jalan Alloh.”
Perkataan serupa juga dinisbatkan kepada Abu Bakar, Umar, Utsman, dan Ali bin Abi Tholib, sebagaimana dalam kitab Madarij al-Shu’udh hlm. 15 kar. Syaikh Nawawi Banten. [1]
TIDAK ADA ASALNYA. Sejak awal mendengar ucapan yang dianggap hadits ini, hati penulis langsung mengingkarinya karena bagaimana mungkin hadits ini shohih, sedangkan maulid tidak pernah dicontohkan oleh Rosululloh Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam dan para sahabatnya?!! Akan tetapi, penulis ingin memperkuat pendapatnya dengan perkataan ulama. Sebab itu, penulis pun membolak-balik kitab-kitab hadits, tetapi tidak menjumpainya satu huruf pun, baik dalam kitab-kitab hadits yang shohih, dho’if, maupun maudhu’ (palsu). Alhamdulillah, pada suatu kesempatan penulis menanyakannya kepada Syaikh Abu Ubaidah Masyhur bin Hasan Alu Salman [2] lalu beliau menjawab:
هَذَا كَذِبٌ عَلَى رَسُوْلِ اللهِ اخْتَلَقَهُ الْمُبْتَدِعَةُ
“Ini merupakan kedustaan kepada Rosululloh Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam yang hanya dibuat-buat oleh para ahlulbid’ah.”
Kepada para saudara kami yang berhujjah dengan hadits ini, kami katakan, “Dengan tidak mengurangi penghormatan kami, datangkan kepada kami sanad hadits ini agar kami mengetahuinya!!”
2.    Hikmah penciptaan makhluk
لَوْلاَكَ لَمَا خَلَقْتُ الأَفْلاَكَ
Seandainya bukan karenamu (Nabi Muhammad), Aku (Alloh) tidak akan menciptakan makhluk.
MAUDHU’. Sebagaimana dikatakan ash-Shoghoni.[3] Diriwayatkan ad-Dailami dalam Musnad-nya 2/41 dari jalur Ubaidulloh bin Musa al-Qurosyi: Menceritakan kepada kami Fudhoil bin Ja’far bin Sulaiman dari Abdushshomad bin Ali bin Abdulloh bin Abbas dari ayahnya, Ibnu Abbas secara marfu’.
Kecacatan hadits terletak pada Abdushshomad. Al-Uqoili v\ berkata tentangnya, “Haditsnya tidak terjamin. Dan orang-orang sebelum Abdushshomad tidak saya kenal.”
Ibnul Jauzi v\ juga meriwayatkannya dalam al-Maudhu’at (1/288–289) dari sahabat Salman a\, lalu berkomentar, “Haditsnya maudhu.’ ” Dan disetujui as-Suyuthi dalam al-Ala’i: 1/282.[4]
Syaikhul-Islam Ibnu Taimiyyah berkata, “Ucapan ini bukanlah hadits Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam baik dari jalur yang shohih maupun lemah, tidak dinukil oleh seorang pun dari ahli hadits, baik dari Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam atau dari sahabat, bahkan ucapan ini tidak diketahui siapa yang mengucapkannya.” [5]
Makna hadits ini pun tidak benar, karena bertentangan dengan firman Alloh:
وَمَا خَلَقْتُ ٱلْجِنَّ وَٱلْإِنسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ ﴿٥٦﴾
Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia kecuali supaya mereka beribadah kepada-Ku. (QS. adz-Dzariyat [51]: 56)
Ayat ini menegaskan bahwa Alloh menciptakan anak Adam untuk beribadah, bukan karena Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam.
3.    Nur Muhammad
أَوَّلُ مَا خَلَقَ اللهُ نُوْرُ نَبِيِّكَ يَا جَابِرُ !
“Makhluk yang pertama kali diciptakan adalah cahaya Nabimu, wahai Jabir!”
TIDAK ADA ASALNYA. Hadits yang populer ini adalah batil, demikian juga semua hadits yang menegaskan bahwa Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam diciptakan dari cahaya, karena hal itu bertentangan dengan firman Alloh:
قُلْ إِنَّمَآ أَنَا۠ بَشَرٌۭ مِّثْلُكُمْ يُوحَىٰٓ إِلَىَّ أَنَّمَآ إِلَـٰهُكُمْ إِلَـٰهٌۭ وَ‌ٰحِدٌۭ ۖ
Katakanlah, “Sesungguhnya aku ini hanya seorang manusia seperti kamu, yang diwahyukan kepadaku, ‘Bahwa sesungguhnya ilah (sembahan) kamu itu adalah Ilah Yang Esa.’ ” (QS. al-Kahfi [18]: 110)
قَالَ رَسُوْلُ اللهِ  : خُلِقَتِ الْمَلاَئِكَةُ مِنْ نُوْرٍ, وَخُلِقَ إِبْلِيْسُ مِنْ نَارِ السَّمُوْمِ, وَخُلِقَ آدَمُ عَلَيْهِ السَّلاَمُ مِمَّا قُدْ وُصِفَ لَكُمْ
Rosululloh Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda, “Malaikat diciptakan dari cahaya, Iblis dicptakan dari api yang menyala-nyala, dan Adam diciptakan dari apa yang telah disifatkan pada kalian.” [6]
Hadits ini secara jelas menunjukkan bahwa malaikat saja yang diciptakan dari cahaya, bukan Adam dan anak keturunannya.[7]
Syaikhul-Islam Ibnu Taimiyyah v\ menegaskan bahwa hadits ini adalah dusta dengan kesepakatan ahli hadits.[8] Demikian juga ditegaskan oleh Syaikh Sulaiman bin Sahman.[9] As-Suyuthi v\ juga menegaskan bahwa hadits ini tidak ada sanadnya.[10] Demikian juga Jamaluddin al-Qosimi[11] dan Muhammad Rosyid Ridho,[12] keduanya menegaskan bahwa hadits ini tidak ada asalnya.
Samahatusy-Syaikh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah berkata, “Adapun ucapan sebagian manusia, ahli khurafat dan orang-orang Sufi bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam  diciptakan dari cahaya dan makhluk pertama adalah cahaya Muhammad, semua ini adalah tidak ada asalnya, ucapan batil dan kedustaan belaka.” [13]
Akhirnya, Demikianlah sebagian kemungkaran-kemungkaran yang biasa terjadi dalam acara perayaan maulid, suatu hal yang menguatkan kebatilan perayaan ini. Alangkah bagusnya ucapan Syaikh Muhammad Abdussalam as-Syaqiry tatkala berkata:
“…. Di bulan ini (Rob’iul Awal), Rosululloh Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam dilahirkan dan juga diwafatkan. Lantas mengapa mereka bergembira dengan kelahirannya tetapi tidak sedih dengan wafatnya? Oleh karenanya, menjadikan kelahiran beliau sebagai perayaan merupakan perkara bid’ah munkarah dan sesat serta tidak sesuai dengan syariat dan akal. Seandainya hal itu merupakan amalan yang baik, bagaimana mungkin dilalaikan oleh Abu Bakar, Umar bin Khoththob, Utsman, para sahabat, para tabi’in, para tabi’ut tabi’in, serta ulama kaum muslimin? Tidak syak lagi bahwa perayaan tersebut hanyalah dibuat-buat oleh para sufi yang suka makan, dan oleh para pengangguran dari kalangan ahlulbid’ah yang kemudian diikuti oleh mayoritas manusia. Pahala apa yang akan diperoleh dari harta yang dihambur-hamburkan? Keridhoan apa yang akan didapat dalam perkumpulan para penyanyi, artis, pelacur, perampok, dan lain-lain? Dan adakah kebaikan dalam perkumpulan para kiai beserban merah, hijau, kuning, dan hitam?
Apa manfaat yang bisa dipetik? Tidak lain hanyalah penghinaan orang-orang kafir Eropa kepada kita dan agama kita, sehingga mereka menyangka bahwa Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam beserta para sahabatnya seperti itu — innaa lillahi wa innaa ilaihi roji’un. Mengapa mereka tidak berpikir bahwa manusia kini dilanda kemiskinan, kelaparan, penyakit, dan kebodohan? Bukankah sebaiknya harta-harta tersebut digunakan untuk pembangunan pabrik bagi para penganggur? Atau untuk membuat senjata-senjata guna menghadapi musuh-musuh Islam? Mengapa para tokoh agama hanya diam, bahkan turut mendukungnya? Dan mengapa negara juga diam terhadap penghamburan harta yang menyebabkan negara dalam kehinaan yang parah? ….”[14]
Tulisan: Ustadz Abu Ubaidah Yusuf bin Mukhtar as-Sidawi

Catatan kaki:
   
[1]   Lihat Hadits-Hadits Bermasalah kar. Prof. Ali Musthofa Ya’qub hlm. 102
[2]   Beliau adalah salah seorang murid imam ahli hadits besar, al-Albani, yang berkunjung ke Indonesia dalam rangka dakwah. Pertanyaan ini saya tanyakan kepada beliau pada hari Rabu 6 Muharrom 1423 H, sebelum sholat Zhuhur di Masjid al-Irsyad, Surabaya.
[3]    Al-Ahadits al-Maudhu’ah hlm. 7
[4]    Silsilah Ahadits al-Dho’ifah: 282
[5]    Majmu’ al-Fatawa: 11/96
[6]    HR. Muslim: 8/226
[7]    Silsilah Ahadits al-Shohihah: 458
[8]    Majmu’ al-Fatawa: 18/367
[9]    Al-Showai’q al-Mursalah al-Syihabiyyah hlm. 15
[10]    Al-Hawi li al-Fatawi: 2/43
[11]    Syarh al-Arba’in al-Ajluniyyah: 343
[12]    Fatawa Rosyid Ridho: 2/447
[13]    Fatawa Nur ’Ala Darb: 1/112–113
[14]    Al-Sunan wa al-Mubtada’at hlm. 123

Tidak ada komentar:

Posting Komentar