Kebanyakan orang menemukan hidayah, tatkala hatinya sedang tunduk,
remuk- redam dengan suatu musibah yang sedang menimpanya. Mematahkan semua
kesombongannya, meluluh-lantakkan ketidakpeduliannya selama ini terhadap Allah
dan syariat-Nya. Ketika ia sudah berada di atas jurang kehancuran, Allah tarik
tangannya lalu Ia tuntun dengan kelembutan dan kasih sayang-Nya, seharusnya
kehidupannya sudah hancur berkeping-keping, jiwanya berantakan, akan tetapi ia
kembali kepada jalan Allah.
Kadangkala Allah timpakan kepadanya penyakit yang menyebabkan ia
terbaring lemas, berbilang hari bahkan bulan ia di atas kasur putih setelah
puluhan tahun ia melawan Allah dengan maksiat bermodalkan kesehatan yang ia
sangka akan abadi untuk selamanya.
Kadangkala Allah menundukkan kesombongan dengan mencabut kekayaan
yang ia merasa memiliki selama ini, kesadaran muncul setelah api besar membakar
istananya dan menghanguskan segala kekayaan yang ia peroleh dengan bercucur
keringat, sebagaimana dulu ia cucurkan keringat, hari ini ia juga ia telah
cucurkan air mata.
Kadangkala Allah memaksanya untuk bersujud dan membaluri keningnya
dengan tanah setelah ia kehilangan orang-orang yang ia cintai. Sudahkah anda
pernah mendengar cerita seorang suami pedagang bensin, ketika sedang menuangkan
bensin ke dalam tangki motor salah seorang pembeli, tiba-tiba jatuh puntung
rokok ke dalam bensin tersebut, lalu membakar dirinya dan rumah beserta
orang-orang yang ada di dalamnya, dari anak dan istri yang sangat ia cintai.
Kadangkala Allah memberi hidayah kepada seseorang, setelah ia
terjerat dalam sebuah kasus korupsi, setelah ia merasakan sempitnya penjara dan
perihnya kehilangan jabatan, ia tinggalkan dunia dan ia kembali kepada Allah...
Mereka-mereka itu adalah orang-orang beruntung, mereka menemukan
jalan kembali, setelah diberi teguran oleh Dzat Maha Pencipta.
Ada lagi satu golongan orang yang jauh lebih mulia dari orang-orang
di atas dalam perolehan hidayah, yaitu orang yang dihentikan perjalanannya oleh
kerinduan kepada kebenaran. Seperti perjalanan ikan salmon melintasi sungai,
menyeberangi lautan dan mengarungi samudera, melintasi benua. Telah bermil-mil
perjalanan ia tempuh, telah habis pula kebanyakan umurnya dalam perjalanan jauh
itu. Ketika sudah tiba masanya, ada rasa kerinduan memanggilnya untuk pulang ke
tempat asalnya, sekalipun banyak aral yang merintangi kepulangannya, sekalipun
arus deras yang akan ia hadapi, ia tetap bersikukuh untuk pulang, kembali ke
fitrah sebagaimana ia dilahirkan oleh ibunya.
Khalid bin Walid, seorang ksatria tanpa tanding, panglima yang
tidak terkalahkan, hamba Allah yang tawadhu' (rendah hati), pemilik jiwa besar.
Semuanya tentu tahu apa yang pernah ia lakukan terhadap kaum muslimin di perang
Uhud, dengan ketajaman pandangannya ia dapat merubah kekalahan menjadi
kemenangan untuk Quraisy, sebagai kemenangan pertama dan terakhir bagi mereka.
Hampir pada semua tempat di mana ia berada, dia memasang permusuhan terhadap
Islam dan kaum muslimin. Sampai akhimya, keinginan untuk pulang itu begitu
kuat, beberapa hari sebelum penaklukan Mekkah ia mengajak kawan karibnya 'Amr bin
Ash berangkat menuju Madinah untuk menyatakan keislamannya.
Berangkatlah mereka dengan azam yang telah kuat di hati mereka,
sebab mereka adalah para kesatria Quraisy. Setibanya di Madinah mereka utarakan
keinginannya, ketika Rasulullah mengulurkan tangannya kepada Khalid, ia tarik
kembali tangannya, lalu ia berucap, "Dengan syarat, wahai Nabi Allah! Agar
Allah menghapuskan segala kesalahanku semasa Jahiliah". Rasulullah
tersenyum dan berkata, "Apakah engkau belum tahu, wahai Khalid?!, Sesungguhnya
Islam menghapuskan semua kesalahan sebelumnya".
Adapun Ikrimah bin Abu Jahal - ia salah satu pemuda Quraisy yang
paling keras perlawanan dan permusuhannya kepada Nabi, setelah Mekkah dikuasai
oleh Rasulullah, ia mencoba lari dari kenyataan, ia seberangi lautan, ia
lintasi padang pasir dalam kesendiriannya, ia coba tinggal di negeri orang, ia
coba menahan dirinya dari keinginan pulang kepada kebenaran. Telah ia coba,
tapi panggilan itu begitu kuat, keinsafan menghinggapi hari-harinya, maka ia
coba untuk melangkahkan kaki pulang menyatakan kelemahan diri dan mengantarkan kepasrahan
jiwa.
Disebutkan oleh lbnu Hajar, "Ketika Ikrimah dalam pelariannya,
ia sedang di atas bahtera, tiba-tiba datang badai, lalu orang-orang yang berada
dalam bahtera itu berteriak, "Ikhlaskan niat kalian kepada Allah,
sesungguhnya Tuhan (berhala) kalian tidak mendatangkan manfaat sedikitpun".
Sampai badai tersebut menjadi tenang, lalu ia berkata, "YaAllah, jika
keikhlasan yang menyelamatkanku di lautan, tentu Dia juga yang akan
menyelamatkanku di daratan. Demi Allah, aku berjanji, jika aku selamat dari
kejadian ini, aku akan mendatangi Muhammad -Shallallohu ‘alaihi wa sallam- dan
aku letakkan tanganku di atas tangannya".1
Ada suatu golongan dalam perolehan hidayah, mereka memperolehnya
dengan proses pencarian yang cukup melelahkan, berpindah dari satu ajaran
kepada ajaran lain, dari agama kepada agama lain, akhirnya dia memperoleh apa
yang inginkan. Contoh yang tepat untuk golongan ini seperti Salman AI-Farisi
dan Waraqah bin Naufal.
Yang lebih hebat lagi adalah golongan yang sudah dalam katagori
mati, tidak ada harapan, tidak ada denyut kebenaran dalam hatinya, lalu
rahmatAllah menda-huluinya, iapun memperoleh hidayah. Contoh dari golongan ini
adalah Umar bin Khattab. Padanya diturunkan ayat dalam suratAl-An' am, Allah
berfirman;
أوَمَنْ كَانَ مَيْتًا فَأَحْيَيْنَاهُ وَجَعَلْنَا لَهُ نُورًا
يَمْشِي بِهِ فِي النَّاسِ كَمَنْ مَثَلُهُ فِي الظُّلُمَاتِ لَيْسَ بِخَارِجٍ
مِنْهَا
Ini permisalan dari Allah terhadap seorang mukmin yang awal mula
hatinya telah mati dalam kesesatan dan binasa dalam kebingungan, lalu Allah
hidupkan dan segarkan kembali dengan iman dan Allah beri petunjuk untuk
mengikuti rasulNya. Dia masukkan dirinya kepada agama penyerahan diri. Saat
itu, ia telah mulai mengerti hal-hal yang bermanfaat dan jauh dari hal yang
mudharat, berusaha untuk melepaskan diri dari kemurkaan, matanya mulai mengenal
kebenaran yang sebelumnya ia buta, ia sudah mulai belajar yang sebelumnya ia
tidak mengetahui, ia sudah mulai belajar untuk mengikuti, sampai ia memperoleh
cahaya, dan dengan cahaya itu ia dapat menggunakannya untuk menerangi
perjalanannya kepada Allah, di tengah kegelapan manusia. 2
("Untukmu Yang Berjiwa Hanif",hlm 24-28. Dedikasi dari Ust.Armen Halim Naro Rahimahullah)
Catatan kaki:
1 Al Ishabah 4/538
2 Lihat Tafsir Ibn Katsir (2/231), dan Ighastul Lahfan,
Ibnul Qayyim hal. 26
Tidak ada komentar:
Posting Komentar